Rabu, 16 November 2016

KECIL-KECIL NIKAH PART.3

-- "Apa!!?? Kamu minta dinikahkan sekarang?" Tanya Pak Yanto setengah berteriak tepat dihadapan Erwan. "Iya" Erwan menganggukan kepalanya tanpa rasa bersalah sedikitpun akan permintaannya. "Mana bisa begitu Wan...kalian masih terlalu muda, kamu baru 18 sedang Vania 15, jangan aneh-aneh deh Wan" kali ini Bu Elma yang berbicara. "Ini tidak aneh Bun, nikah sekarang atau nanti kan sama saja, lagi pula kalau nanti-nanti Aku takut Vania diserobot orang Bun". "Ya Allah ...ternyata anakmu ini sudah jatuh cinta sama Vania Bun" kata Pak Yanto. "Tapi kalian masih terlalu muda, belum boleh nikah Wan". "Nikah siri juga boleh Bun, asal dinikahkan". "Tapi kalian belum siap untuk berumah tangga, Kamu masih kuliah, Vania baru masuk SMA". "Aku tahu Bun, Aku cuma mau dinikahkan bukan ingin macam-macam, Aku janji tidak akan ngapa-ngapain Vania sampai Dia cukup umur". "Hhhh..tetap tidak bisa Wan" sahut Pak Yanto. "Kalau Ayah Bunda tidak mau menikahkan Aku dengan Vania sekarang, Aku mau bunuh diri saja" ancam Erwan sambil merentak bangkit dari kursi yang didudukinya. "Apa? Kamu kemasukan setan ya Wan??" Pak Yanto ikut berdiri dari kursinya dan memandang Erwan dengan pandangan gusar. "Pokoknya Aku minta malam ini Ayah Bunda harus melamar Vania untukku titik" kata Erwan tetap keras kepala. "Ada denganmu Wan? Kenapa jadi keras kepala begini?" Tanya Bu Elma. "Aku tidak keras kepala Bunda, tapi coba Bunda pikirkan, Kami dijodohkan terus Vania tinggal bersama kita dirumah kita, apa ada jaminan selama Dia tinggal disana Dia tidak akan jatuh cinta dengan cowok lain, kalau kami cepat menikah Dia kan pasti mikir kalau mau naksir cowok lain". "Tapi tidak harus menikah juga kan Wan, kalian bisa bertunangan dulu kan" bujuk Bundanya. "Tidak mau..Aku mintanya di nikahkan bukan ditunangkan..Kalau Ayah Bunda tidak mau meluluskan permintaanku Aku mau bunuh diri saja" ancam Erwan lagi. "Bagaimana ini Ayah?" Tanya Bu Elma yang kebingungan akan permintaan Putranya. "Kita temui Pak Kades dan Bu Kades malam ini juga Bun, kita sampaikan saja apa yang diinginkan Erwan". "Bagaimana kalau ditolak?" Tanya Bu Elma kepada suaminya. "Wan..Ayah sama Bunda mau kerumah Pak Kades malam ini untuk menyampaikan keinginanmu, tapi kalau ditolak Kamu jangan marah dan patah hati ya" Pak Yanto berusaha membujuk Putranya. "Aku ikut, Aku yang nanti meyakinkan Pak Kades supaya Beliau menerima lamaranku" sahut Erwan. Kedua orang tuanya saling pandang, bingung dengan sikap Erwan yang tiba-tiba sangat ingin menikah. "Hhhh..ya sudah...tapi Kamu jangan bikin malu Ayah Bunda ya didepan Pak Kades" kata Pak Yanto. "Iya Ayah" sahut Erwan. -- Pak Hari dan Bu Tia saling pandang mendengar apa yang disampaikan Pak Yanto. Mata mereka tertuju kearah Erwanto. "Kamu benar-benar ingin cepat menikah Wan?" Tanya Pak Hari. "Iya Pak tapi nikahnya cuma mau sama Vania, Saya janji Pak tidak akan mengganggu sekolah Vania" sahut Erwan. "Tapi kenapa harus tergesa-gesa Wan, kan bisa menunggu setelah Vania lulus SMA?" Tanya Bu Tia. "Nanti atau sekarang sama saja Bu, Saya tidak akan macam-macam sama Vania Bu, Saya juga ingin Dia melanjutkan pendidikannya sampai dimana Dia mau" jawab Erwan pasti. "Tapi kalian masih terlalu muda untuk menikah Wan" Pak Hari masih berusaha melunturkan niat Erwan. "Untuk sementara nikah siri juga tidak apa-apa Pak, sampai nanti Nia cukup umur buat menikah resmi" sahut Erwan yang tetap ngotot dengan keinginannya. "Sebenarnya apa tujuanmu ingin menikahi Vania secepat ini Wan?" Tanya Pak Hari. "Karena Vania akan tinggal bersama kami di Jakarta, jadi Saya kira akan lebih mudah buat Saya untuk menjaganya jika sudah ada ikatan pasti diantara kami Pak" sahut Erwanto dengan jawaban yang terdengar bersungguh-sungguh. Orang tua Vania saling pandang mendengar jawaban Erwan yang terdengar seperti pria dewasa yang sangat bertanggung jawab. Kedua orang tua Erwan juga saling pandang karena merasa kaget dengan jawaban-jawaban yang dilontarkan Erwan atas pertanyaan Pak Kades. Pak Kades menarik nafas panjang. "Bagaimana ini To?" Tanya Pak Kades kepada Pak Yanto. "Semua terserah Pak Kades saja, kami sudah tidak bisa membujuk Erwan untuk membatalkan niatnya menikah cepat Pak" jawab Pak Yanto. "Hhhh..Aku harus tanyakan jawaban Vania dulu, beri kami waktu berpikir dan berembuk". "Baik Pak" jawab Pak Yanto. "Masih bisa sabar untuk menunggu dua hari kan Wan?" Tanya Pak Kades. "Oh..iya Pak, cuma dua hari kan ya Pak?" Tanya Erwan dengan mimik tegang. "Iya..cuma dua hari" jawab Pak Hari sambil mengukir senyum dibibirnya. -- Vania duduk dikursi yang ada didalam kamar orang tuanya. Ada kedua orang tuanya duduk dikursi dihadapannya. "Ada apa Pak Bu? Nia ada bikin salah ya?" Tanyanya dengan mata berkaca-kaca karena rasa takutnya. Ia takut orang tuanya tahu kalau Erwan sudah menciumnya. Tanpa disadarinya Vania memegangi perutnya. "Tidak Sayang, Bapak dan Ibu cuma ingin menanyakan sesuatu kepadamu" jawab Bu Tia. "Tanya apa Bu?" Hati Vania semakin cemas dan takut sehingga membuat dahi dan tangannya berkeringat. "Kamu suka tidak dengan Bang Erwan?" Tanya Pak Hari dengan suara lembut. Terbayang wajah Erwan yang menyebutnya imut mirip marmut hampir saja Vania menggelengkan kepalanya. Tapi teringat ciuman ditepi sungai membuat Vania langsung menganggukan kepalanya. "Hhhh...Nia ingin sekolah di Jakarta seperti Abang-Abang Nia kan?" Tanya Pak Hari lagi. Kepala Vania mengangguk lagi. "Kalau Nia ingin sekolah disana itu artinya Nia akan tinggal dirumah orang tua Bang Erwan, Nia mau tinggal disana?". Vania kembali mengangguk untuk menjawab pertanyaan Bapaknya. "Kalau Nia tinggal disana Bapak dan Ibu tidak bisa menjaga Nia, orang tua Bang Erwan dan Bang Erwanlah yang akan menjaga Nia". Vania mengangguk lagi mendengar perkataan Bapaknya. Ibunya merasakan ada yang aneh pada diri Vania. Vania tidak seperti biasanya yang banyak bicara dan suka protes kalau ada sesuatu yang tidak berkenan dihatinya. "Jadi begini Sayang, menurut Bang Ervan lebih mudah baginya menjagamu kalau kalian sudah....meniķah" Pak Hari mengamati raut wajah anaknya dengan seksama. Vania menganggukan kepalanya lagi membuat kedua orang tuanya merasa heran. "Nia setuju menikah dengan Bang Erwan?" Tanya Bu Tia masih tidak percaya. "Iya" jawab Vania akhirnya bersuara juga, tangannya lekat menempel diperutnya seperti takut kalau orang tuanya tahu apa yang sudah terjadi antara dirinya dengan Erwan pagi tadi. Vania bersyukur didalam hatinya karena begitu dicium perutnya tidak langsung kelihatan besar, coba kalau langsung besar hiiiyyy... "Nia benar-benar setuju dinikahkan sama Bang Erwan?" Tanya Bu Tia masih tidak yakin akan jawaban Vania. "Iya" Vania menganggukan kepalanya. Kedua orang tuanya menarik nafas panjang. Mata Pak Hari dan Bu Tia saling pandang. "Kenapa Nia mau menikah dengan Bang Erwan?" Tanya Bu Tia menyelidik kepada Putrinya. Wajah Vania memerah mengingat ciuman disungai tadi pagi. Tapi Ia tahu tidak mungkin menceritakan tentang hal itu kepada orang tuanya. Orang tuanya terutama Ibunya pasti akan sangat sedih, karena waktu Rumi ketahuan hamil saja Ibunya menangis akibat sangat kasihan pada Rumi, apa lagi kalau tahu Ia begitu. Bu Tia kembali saling pandang dengan suaminya. "Nia suka sama Bang Erwan?" Tanya Bu Tia. Vania menganggukan kepalanya dengan wajah merah padam. "Hhhhh...jadi Nia setuju menikah dengan Bang Erwan sekarang?" Bu Tia bertanya untuk lebih yakin lagi. Vania kembali menganggukan kepalanya. "Ya sudah kalau begitu sekarang Nia kembali kekamarmu ya, Bapak dan Ibu mau bicara berdua dulu" kata Pak Hari dengan suara lembut. "Iya" sahut Vania lalu cepat beranjak dari kursinya. Setelah Vania keluar dari kamar mereka. "Nia kok kelihatan beda ya Pak". "Iya Bu...apa karena Dia sedang jatuh cinta mungkin ya Bu jadi lebih banyak diam begitu". "Mungkin juga Pak". "Hhhhh". "Bagaimana jadinya ini Pak?" Tanya Bu Tia kepada suaminya. "Aku kira kita hanya bisa menikahkan mereka secara diam-diam saja, karena mereka masih dibawah umur Bu, Aku sendiri yang akan menikahkan mereka nanti, dan cukup dihadiri kelurga terdekat saja Bu". "Ibu terserah Bapak saja". "Ibu sudah siap ditinggalkan Vania?". "Sejak Heri meninggalkan kita untuk sekolah jauh dari kita waktu itu, Aku sudah belajar menyiapkan diriku untuk ditinggalkan anak-anak, Aku sadar hidup mereka tidak akan bisa jadi milik kita selamanya, mereka satu persatu akan meninggalkan kita untuk membangun hidup mereka sendiri" sahut Bu Tia dengan mata berkaca-kaca. "Ibu benar...saat hidup mereka jadi milik mereka sendiri hanya doa terbaiklah yang bisa kita berikan untuk mereka". "Iya Pak...dan kita akan kembali hidup seperti saat baru menikah dulu..hanya berdua saja" sahut Bu Tia yang pipinya sudah basah oleh air mata. Pak Hari memeluk bahu istrinya, dikecupnya kepala Bu Tia mesra. "Iya Bu...kita tinggal menunggu saat dimana Allah menjemput kita" kata Pak Hari lirih. "Semoga kita masih diberi waktu untuk bisa melihat anak-anak Nia ya Pak". "Aamiin Bu...tapi Bapak berharap Nia bisa selesai dulu sekolahnya baru punya anak". "Itu harapan Ibu juga Pak". "Hhhh...tidak disangka ya Bu, Nia kecil kita yang masih manja sudah tahu jatuh cinta". "Ehmm Bapak lupa ya, dulu waktu kita nikah Ibu juga baru 15 tahun loh". "Hehehehe..iya bener bahkan Ibu langsung hamil Heri anak sulung kita". "Ehmm jadi ingat masa lalu ya Pak". "Iya..Banyak yang sudah berubah ya Bu, tapi cinta kita masih tetap sama iya kan?". "Iya Pak" Bu Tia menyandarkan kepalanya dibahu Pak Heri. Senyum terukir dibibir mereka. Meskipun kecemasan itu ada karena menikahkan Vania diusia muda, tapi mereka berusaha untuk percaya kalau Vania akan baik-baik saja. ** Sehari setelah dinikahkan Vania ikut pulang ke Jakarta bersama Erwan dan kedua orang tuanya. Sempat terjadi banjir air mata saat Vania berpamitan kepada Bapak dan Ibunya. Bu Tia memeluk Vania dengan erat dan membisikan pesan untuk putrinya. Begitu pula dengan Pak Hari, dibawanya Vania duduk diatas pangkuannya. Dielusnya sayang kepala putri bungsunya. Dihapusnya air mata Vania yang menangis sesunggukan didadanya. "Sekolah yang rajin ya Sayang, harus nurut sama Ayah, Bunda dan Abang Erwan, kalau ada kesempatan Bapak dan Ibu pasti akan datang untuk mengunjungimu". "Huuhuuu...nanti Nia minta pangku siapa Pak" isak Vania. "Nia bisa minta pangku Abang kalau Nia mau" sahut Erwan. Membuat mata Bu Elma Bundanya melotot kearahnya seakan menegur Erwan karena ucapan Erwan barusan. Erwan hanya nyengir saja menerima pelototan Bundanya. "Tuh Bang Erwan katanya bersedia menggantikan Bapak memangku kamu, paha Bang Erwan lebih kuat pasti dari paha Bapak". Vania melirik Erwan dengan tatapan sengit. Ia merasa perpisahan dengan orang tuanya karena Erwanlah penyebabnya. Meski berat berpisah dengan orang tuanya, tapi Vania harus pergi meninggalkan mereka. Ia ingin sekolah di Jakarta seperti Abang-abangnya yang sekarang semuanya sudah jadi Sarjana dan juga sudah bekerja jauh dari desa mereka. -- Begitu tiba dirumah orang tua Erwan, Bu Elma langsung menunjukan kamar Vania yang bersebelahan dengan kamar Erwan dilantai atas. Sedang kamar orang tua Erwan ada dilantai bawah. "Nia istirahat saja dulu Sayang, pasti lelah beberapa jam diperjalanan, nanti kalau waktunya Ashar akan Bunda bangunkan". "Iya Bun" sahut Nia sambil mengangguk. Bu Elma turun kelantai bawah, Erwan yang tadi mengintip dari pintu kamarnya yang dibuka sedikit, segera keluar dari kamarnya dan masuk kedalam kamar Vania. "Abang". "Panas nggak Nia?". "Iya". "Sini Abang ajarin mengatur suhu Ac nya" Erwan mengambil remote Ac dari atas meja yang ada didekat ranjang. "Sini". Vania mendekat. "Nih seperti ini" Erwan mengarahkan remote kearah Ac . Kepala Vania mendongak memperhatikan cara Erwan mengatur suhu Ac juga cara menyala dan mematikannya. Cup. Erwan mengecup pipi Vania sekilas. Mata Vania melotot gusar. Dipukulnya lengan Erwan dengan keras. "Awww...sakit Tante" Erwan mengusap bekas pukulan Vania sementara Vania mengusap pipinya yang bekas dicium Ervan. "Main cium sembarangan" sengit Vania marah. "Siapa bilang sembarangan, Kamu kan sudah jadi istri Abang jadi wajar saja kalau Abang cium kamu" sahut Erwan. "Memangnya cium pipi enggak bikin hamil juga seperti cium bibir?" Tanya Vania. Erwan kali ini melepaskan tawanya sebebasnya begitu mendengar ucapan Vania. "Iiih kenapa Nia diketawain" Vania mencubit lengan Erwan, Erwan menarik lengan Vania agar tubuh Vania jatuh bersamanya diatas ranjang. Erwan membawa Vania berguling bersamanya. "Abaang lepasin" mata Vania sudah berkaca-kaca saat Erwan menindih tubuhnya. "Kalau ciumannya cuma sekali anak kita baru punya satu jari, jadi kita harus sering ciuman biar anak kita sempurna" kata Erwan tepat didepan wajah Vania. "Beneran begitu Bang?". "Ya benerlah makanya Abang minta kita cepat-cepat nikah biar anak kita tidak kurang suatu apapun juga" jawab Erwan. "Ooh begitu ya" kata Vania dengan polosnya. "Sekarang Abang boleh cium Nia kan?" Tanya Erwan sambil mengusap bibir Vania dengan jarinya. Vania menganggukan kepalanya. "Nia juga harus belajar membalas ciuman Abang". "Untuk apa?" Vania mengerutkan keningnya. "Anak itukan ada karena kita, jadi kita berdua harus aktif ciumannya jangan cuman Abang saja terus Nia diam saja". "Tapi Nia belum tahu membalas ciuman itu seperti apa". "Coba Nia yang duluan cium bibir Abang". Vania menggelengkan kepalanya. "Malu" katanya lirih. "Masa sama Abang malu". "Abang saja yang duluan". "Iya deh" Erwan menundukan kepalanya bibirnya melumat bibir Vania lembut. Vania secara naluri memejamkan matanya. "Buka sedikit bibirmu Sayang". "Untuk apa?". "Biar lidah Abang bisa masuk kemulutmu". "Iih enggak mau". "Kenapa?". "Nanti Nia makan air liur Abang...huueekk" Vania bergidik membayangkan air liur Erwan masuk kemulutnya. "Kalau sudah suami istri tidak apa-apa bertukar air liur Nia, kan sudah halal..cobain deh enak kok...mau yaa?" Rayu Erwan tidak mau menyerah. "Kalau Nia muntah nanti bagaimana". "Ya muntahin saja". "Muntahin dimulut Abang gitu". "Eeh..kok muntahnya dimulut Abang siih" kali Erwan yang bergidik membayangkan Vania muntah dimulutnya. "Waan..kamu dimana?" Suara Bu Elma memanggil Erwan membuat Erwan cepat turun dari atas tubuh Vania, ditariknya Vania agar ikut berdiri bersamanya. "Jangan bilang-bilang Bunda ya kalau kita sudah ciuman". "Heengh" Vania mengangguk saja. Cepat Erwan membuka pintu kamar Vania menemui Bu Elma yang ternyata masih didalam kamar Erwan. ***BERSAMBUNG***

4 komentar:

  1. MAAF TIDAK RAPI KARENA COPY PASTE DARI WORD

    BalasHapus
  2. Rapi kok bun... Waktu di watty udah part 9 ya Bun,, ayo donk bun percepat updatenya biar cepet part 9 lalu 10, 11 dst hihi

    BalasHapus
  3. Masih modussss ya ampun bang erwan ada aja aja caranya buat bujukin vania biar nurut

    BalasHapus
  4. Waw banget erwan.. hahhahahahha
    Modus bangettt.. dan nianya polos banget

    BalasHapus