Jumat, 23 Desember 2016

KECIL-KECIL NIKAH PART.8

PART.8 (CIPIKA CIPIKI)

Selesai makan siang Bu Elma minta Vania dan Erwan menemaninya belanja kesuper market.
Erwan mengikuti Bundanya dan istrinya dengan troli ditangannya.
"Nia kalau ingin sesuatu ambil saja ya Sayang" kata Bu Elma kepada Vania.
"ya Bunda" sahut Vania.
"Ambil pembalut Nia, biar pas datang bulan nggak repot cari pembalut" bisik Erwan.
"Heenghh" Vania mengangguk lalu mengambil dua bungkus pembalut untuk siang dan malam.
"Kok beda?" Tanya Erwan.
"Yang kecil buat siang, yang besar buat malam" sahut Vania sambil berbisik juga.
"Ooohhh" Erwan manggut-manggut.
Erwan mengambil satu kotak tysu basah.
"Itu apa Bang?" Tanya Vania berbisik.
"Tysu basah".
"Tysu basah buat apa?" Vania mendongakan wajahnya untuk bisa menatap wajah Erwan.
"Buat..ehmm..nanti dirumah Abang kasih tahu buat apa" sahut Erwan.
Vania meneruskan langkahnya mengikuti Bu Elma yang berjalan didepannya, Erwan berjalan disebelahnya sambil mendorong troli belanjaan mereka.
"Haay..Tante Elma..selamat siang Tan?" Sapa seorang cewek yang langsung memeluk dan mencium pipi kiri dan kanan Bu Helma.
Lalu cewek itu juga mencium pipi kiri dan kanan Erwan.
"Hay Wan" sapanya.
"Hay Kay" sahut Erwan.
Mata dan mulut Vania terbuka lebar saat melihat cewek itu mencium kedua pipi Erwan.
"Ini siapa?" Tanya cewek yang dipanggil Kay oleh Erwan dengan jari menunjuk kearah Vania.
"Ini Vania dia anak sahabat Tante, Dia tinggal dan sekolah disini" jawab Bu Elma.
"Ooh..hay Vania, Aku Kayla panggil saja Kay" Kayla mengulurkan tangannya pada Vania dan disambut Vania tanpa bersuara.
"Kay dan Erwan satu kampus?" Tanya Bu Elma pada Kayla.
"Iya Tante" tanpa sungkan Kayla bergelayut dilengan Erwan.
Mata dan mulut Vania kembali terbuka lebar melihat Kayla yang bersikap seperti itu dihadapannya juga didepan Bunda.
Bu Elma melangkah lagi untuk meneruskan belanjanya, Vania segera mengikuti Bu Elma meninggalkan Erwan dan Kayla dibelakangnya.
Erwan berusaha melepaskan pegangan tangan Kayla dilengannya.
"Maaf Kay..Aku risih kalau digelayutin begini" kata Erwan halus.
Erwan takut Vania jadi salah paham kepadanya karena terlihat jelas wajah Vania yang seperti tidak senang melihat Kayla bersikap mesra padanya.
Kayla melepaskan tangannya.
"Biasanyakan juga begini Wan" rajuk Kayla.
"Sekarang tidak ada lagi biasanya Kay" sahut Erwan dengan suara ditahan agar tidak terdengar orang lain.
"Kamu kenapa sih sejak pulang liburan berubah banget Wan?" Kayla meneliti wajah Erwan yang berjalan disebelahnya.
"Ya tidak apa-apa, Aku hanya merasa sudah saatnya saja Aku berubah".
"Jangan bilang kalau Kamu suka sama anak sahabat Bundamu itu ya Wan!" Desis Kayla sambil menunjuk Vania dengan dagunya.
"Kalau ya memangnya kenapa? Aku singel Dia singel lalu dimana salahnya?".
Langkah Kayla terhenti.
"Jadi kamu...".
"Ya..Aku memang suka dengan Vania...".
"Wan...Aku...".
"Maaf Kay..Aku kira ini bukan tempat dan saat yang tepat untuk membahas ini" sahut Erwan cepat.
Kayla menarik nafas dalam.
"Oke Wan..kita bicarakan ini nanti..Aku pergi dulu" Kayla melangkah mendekati Bu Elma untuk berpamitan pergi lebih dulu.
Tapi Kayla tidak bicara apapun untuk berpamitan kepada Vania.
Erwan mendekati Vania, tapi Vania cepat mensejajari langkah Bu Elma.
Vania lebih memilih berada didekat Bu Elma dari pada Erwan.
Erwan tersenyum Ia tahu Vania pasti marah karena melihat apa yang dilakukan Kayla tadi kepadanya.
Bahkan saat mereka tiba dirumahpun Vania tetap saja menghindari Erwan.
Vania hanya mau bicara dengan Bunda mereka.
Vania membantu Bu Elma memasukan sayur dan ikan kedalam kulkas didapur.
Sementara Erwan membawa belanjaan Vania kelantai atas.
"Bunda".
"Ya".
"Memang boleh ya cowok dengan cewek yang bukan suami istri ciuman?".
"Eeh..tentu saja tidak boleh Sayang".
"Tapi tadi kenapa cewek itu mencium Abang, Dia bukan istri Abang seperti Nia kan?".
"Tentu saja bukan Sayang..eeh...memangnya Nia sudah pernah dicium Abang?" Tanya Bu Elma dengan tatapan menyelidik kearah Vania.
Wajah Vania yang memerah dan senyum tersipunya sebenarnya cukup bagi Bu Elma sebagai jawaban atas pertanyaannya.
Tapi Bu Elma ingin lebih memastikan lagi.
"Jawab Sayang..tidak boleh bohong loh ya".
"Heumm" Vania menganggukan kepalanya sambil menggigit bibir bawahnya.
Bu Elma menarik nafas panjang sesaat.
"Abang cium Nia dipipi apa dibibir?".
"Ehmmm..dipipi...di....".
"Dikening..iyakan Nia" Erwan tiba-tiba muncul diambang pintu dapur, membuat Vania dan Bu Elma terkejut.
"Nia..benar yang dibilang Abangmu?" Tanya Bu Elma.
"I..iya Bunda" sahut Vania sambil menganggukan kepalanya setelah menerima tatapan Erwan yang seakan memperingatkannya agar jangan membuka rahasia mereka.
"Ingat ya Wan...jangan lebih dari itu, ingat janjimu pada orang tua Vania".
"Iya Bunda..iyaaa" sahut Erwan sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
"Nia juga jangan mau kalau dicium-cium Abang, kalau Abang memaksa kasih tahu Bunda ya".
"Iya Bunda" jawab Vania sembari melirik kearah Erwan.
"Bunda".
"Ya".
"Tadi Bunda belum jawab pertanyaan Nia".
"Pertanyaan yang mana?".
"Itu kenapa cewek itu cium Abang?" Vania menunjuk kearah Erwan.
"Nia kalau dikota hal seperti itu sudah biasa dilakukan saat bertemu teman" jawab Bu Elma.
"Oooh...berarti Nia boleh cium pipi teman cowok Nia juga dong Bun?".
"Eeh nggak boleh..nggak boleh" seru Erwan sambil menggoyangkan telapak tangannya didepan Vania.
"Tadi katanya dikota sudah biasa, Abang boleh dicium cewek lain masa Nia tidak boleh di...".
"Eeh..nggak..nggak boleh" seru Erwan semakin nyaring dan nyaris terdengar seperti orang panik.
Bu Elma tersenyum melihat sikap Erwan yang seperti orang kebakaran jenggot.
"Nia..sayang...ada hal-hal yang bisa ditiru dari kebiasaan orang kota, tapi ada juga yang tidak perlu ditiru dan menurut Bunda cipika cipiki bukan hal yang harus ditiru kalau dilakukan dengan lawan jenis" kata Bu Elma lembut.
"Ci-pi-ka...ci-pi-ki...itu apa Bun?".
"Cipika cipiki itu artinya cium pipi kanan..cium pipi kiri seperti Bang Erwan dengan Kayla tadi, sebaiknya Nia tidak usah meniru kebiasaan seperti itu ya".
"Ooh...tapi kalau Nia ci..pi..ka nya sama Abang bolehkan Bun?".
"Iya boleh..tapi nggak boleh lebih dari itu ya".
Vania menatap Erwan, Erwan menganggukan kepalanya.
"Iya Bunda" sahut Vania.
Bu Elma tersenyum mendengar jawaban Vania.
Beliau percaya Vania yang lugu dan polos tidak akan membohonginya.
--
Dari siang sampai malam rasa kesal dihati Vania pada Erwan belum juga hilang.
Vania masih kesal karena Erwan cipika cipiki dengan Kayla sehingga Ia tidak mau membukakan pintu kamarnya untuk Erwan saat Erwan mengetuk pintu kamarnya usai mereka makan malam dan sholat Isya bersama orang tua Erwan.
"Nia Sayang..bukain dong".
"Enggak mau..kata Bunda Nia nggak boleh bukain pintu buat Abang".
"Duuhhh Nia...Nia lupa ya kalau Nia punya hutang sama Abang, hutang ongkos nganterin Nia kesekolah tadikan janjinyakan mau dibayar malam".
"Iya Nia tahu..tapi Nia nggak mau bayar malam ini".
"Kalau nggak dibayar malam ini nanti berbunga loh".
"Biarin".
"Nia...".
"Waan...Nia" suara Bundanya yang memanggil mereka mengagetkan Erwan.
"Ya Bun" sahut Erwan.
"Nia mana?".
"Nia..dicari Bunda" Erwan mengetuk pintu kamar Vania.
Vania membuka pintu kamarnya.
"Ya Bun".
"Bunda sama Ayah harus ke Bandung sekarang, Tante kalian yang tadinya sudah mulai sehat mendadak kritis lagi kondisi kesehatannya".
"Ooh..kita ikut ke Bandung juga Bun?" Tanya Erwan.
"Enggak usah Wan, kaliankan harus sekokah dan kuliah, kamu jagain Vania ya Wan, antar jemput Nia sekolah, soalnya Mamang ikut pergi dengan kami".
"Iya Bun..Bunda jangan khawatir soal itu" sahut Erwan.
Bu Elma turun kelantai bawah diikuti Vania dan Erwan dibelakangnya.
"Ayah Bunda pergi sekarang?" Tanya Erwan.
"Iya Wan...jaga Nia ya..jangan macam-macam ya Wan".
"Iya Ayaahh" sahut Erwan.
Bu Elma memeluk Vania.
"Maaf ya Nia, kamu harus Bunda tinggal untuk beberapa hari, kalau ada apa-apa telpon saja Bunda ya" Bu Elma mengelus kepala Vania penuh sayang.
"Iya Bun" sahut Vania.
"Jangan berantem ya, Erwan jagain Vania dengan baik ya" pesan Bu Elma.
"Iya Bun" sahut keduanya.
Pak Yanto dan Bu Elma pergi dengan diantar supir mereka.
Vania segera naik keatas begitu mobil hilang dari pandangannya.
Setelah mengunci pintu Erwan segera berlari menyusulnya.
"Nia..Nia..bukain dong" Erwan mengetuk pintu kamar Vania.
"Enggak mau".
"Nia..kita kan cuma berdua dirumah Mamang ikut Ayah Bunda, Bibik ijin nengokin anaknya..Nia nggak takut tidur sendirian, Oma dirumah tetangga sebelah baru meninggal loh kemarin malam".
"Nia nggak takut" sahut Vania.
"Beneran nggak takut...padahalkan Nia sempat ngobrol sama Oma itu sore hari sebelum Beliau meninggal, mungkin sajakan Oma itu pengen ngobrol lagi sa...".
Pintu terbuka sebelum Erwan menyelesaikan kalimatnya.
"Abaang jangan nakut-nakutin" Vania memukul lengan Erwan kesal.
Erwan menangkap tangan Vania lalu membawa Vania masuk kedalam kamar.
"Abang pengen nagih ongkos nganterin Nia kesekolah" Erwan menyandarkan punggung Vania kedaun pintu.
"Enggak mau..muka Abang bekas dicium cewek lain.." Vania mendorong dada Erwan dengan kedua tangannya.
"Nia cemburu ya?" Goda Erwan.
"Enggak..".
"Cemburu nih pasti..iyakan".
"Enghhh..eeenggaaakk" Vania menghentakan kakinya dengan kesal.
Matanya mulai berkaca-kaca.
"Iya..iya..Nia nggak cemburu...muka Abang nggak ada bekas ciumannya lagi kok, kan sudah mandi tadi sore, sudah wudhu juga waktu mau sholat, mau ya Abang cium" Erwan meraba bibir Vania dengan jarinya.
"Mau ya Sayang" bujuk Erwan.
"Nia nggak mau dicium Abang lagi kalau Abang cium-cium cewek lain".
"Iya..iya..Abang janji tidak akan mengijinkan cewek lain cium-cium Abang, cuma Nia yang boleh cium Abang, sekarang mau ya Abang cium" bujuk Erwan.
Vania mengangguk.
"Abang mau ciumnya dibibir atau didada?" Tanyanya dengan suara dan tatapan polosnya, membuat Erwan tersenyum bahagia.
"Dua-duanya" bisik Erwan sebelum mendaratkan ciumannya dibibir Vania.
Bibir Erwan turun keleher Vania.
"Eenghh Nia merinding Bang...jangan-jangan Oma yang meninggal masuk kamar Nia" jemari Vania mencengkeram erat lengan Erwan, matanya menatap kesekeliling kamar.
Erwan tidak menjawab karena tangannya ingin melepaskan pakaian Vania.
"Jangan Bang".
"Kenapa?".
"Kalau roh Omanya masuk kesini nanti bisa lihat kita ciuman kan malu Bang".
"Roh Omanya tidak akan datang kesini Nia".
"Tapi tadi Abang bilang...hmmmpppp" Erwan tidak mau lagi memberi kesempatan Vania untuk mengoceh.
Dibopongnya tubuh mungil Vania menuju tempat tidur setelah Ia melepaskan pakaian bagian atas dan bra Vania.
Bibir Erwan kembali berpindah menyusuri leher Vania.
"Baaang Nia merinding lagi...Nia takut Baang" mata Vania kembali berusaha meneliti sekitar kamarnya.
"Baang..Baang..Nia mau pipis...Baang..merindingnya nggak mau berhenti Bang...jangan-jangan Omanya lagi melototin kita Bang" ceracau Vania membuat Erwan harus kembali membungkam mulut Vania dengan ciumannya.
Erwan jadi menyesal sudah menakut-nakuti Vania tadi, karena Ia jadi merasa kehilangan konsentrasinya dalam mecumbui Vania, karena Vania ketakutan akibat merasa merinding.
Hhhh...punya istri lugu dan polos itu..enak-enak susah ternyata batin Erwan.

 

KECIL-KECIL NIKAH PART.7

PART.7 (CEMBURU)

**setelah satu bulan**
Vania ingin turun dari mobil Erwan yang mengantarnya kesekolah.
"Eeh tunggu".
"Ehmm ada apa Bang".
"Nia belum bayar sama Abang ongkos untuk mengantar Nia kesekolah".
"Haahh masa Nia harus bayar juga sama Abang?".
"Iya dong".
"Nih tadi Nia dikasih Bunda uang jajan 20 ribu".
"Abang nggak mau dibayar pake uang".
"Eeh..terus pakai apa Bang?".
"Ciuman".
"Eeh..malu Bang sudah banyak yang datang".
"Bukan sekarang tapi nanti malam".
"Oooh..kalau nanti malam Nia mau kok Abang cium".
"Bener ya".
"Hengh..Assalamuallaikum Bang".
"Walaikumsalam sayang, selamat belajar dan ingat nggak boleh dekat-dekat cowok lain" Erwan mengacungkan jari telunjuknya kearah Nia.
"Iyaaa..Nia tahu Abang..sudah sana Abang pergi kuliah" Vania segera turun dari mobil Erwan.
Erwan melambaikan tangannya kearah Vania.
Vania berlari mendekati tiga temannya.
"Diantar Bang Erwan ya Nia" tanya Ami.
"Iya".
"Bang Erwan sama Abang Gue satu kelas waktu sekolah disini, Abang Gue bilang Bang Erwan itu playboy, ceweknya banyak" kata Yani.
"Ooh..".
"Tapi kata Abang Gue Bang Erwan sepupu Lo itu juga baik Nia, Dia sering traktir Abang Gue makan" kali ini Kiki yang bicara.
"Ooh".
"Iissh Nia kok ooh..ooh terus sih" rungut Ami kesal.
"Terus Nia harus bilang apa?".
"Hhh...Lo sudah sarapan Nia?" Tanya Yani.
"Sudah" Vania menganggukan kepalanya.
"Lo bawa bekal apa hari ini?" Tanya Kiki.
"Enggak tahu Bunda ngasih bekal apa, nih lihat saja sendiri" Vania mengambil kotak bekalnya dari dalam tasnya lalu menyodorkannya pada Kiki.
Meski Bu Elma memberinya uang jajan, tapi Beliau juga memberinya bekal setiap hari dengan menu berbeda.
Kiki membuka kotak bekal Vania.
"Nugget...minta ya Nia" kata Kiki.
"Heeh..ambil saja" jawab Vania.
Baru saja Kiki mengambil sepotong nugget dari kotak bekal Vania, kotak bekal itu sudah berpindah tangan.
Seorang cowok merebut kotak bekal itu dari tangan Kiki.
"Zidaaaannn" teriak Kiki gusar.
Yang diteriaki cuek saja melenggang masuk kedalam kelas dengan kotak bekal Vania ditangannya.
Keempatnya menyusul Zidan masuk kedalam kelas.
Zidan terlihat sudah duduk dikursi paling pojok dideretan paling belakang.
Kursi kebesarannya begitu Zidan menyebutnya.
Vania mendekati Zidan.
"Kak Zidan kalau mau minta bilang saja, tapi jangan semuanya dong" Vania menadahkan tangannya meminta kotak bekalnya dikembalikan.
"Gue mau semuanya" sahut Zidan dengan suara dan ekspresi datar.
"Kak Zidan nggak punya uang buat jajan ya? Nih ambil saja uang jajan Nia, tapi balikin kotak bekalnya, itu punya Bunda nanti Nia harus jawab apa kalau kotak bekal Bunda nggak Nia balikin" Nia menyodorkan uang 20 ribu yang diambilnya dari saku bajunya kehadapan Zidan.
Mata Zidan menyorot marah pada Vania.
"Heryy bocah desa..Gue bukan orang kere ya, lihat dompet Gue..uang Gue 100 kali lipat banyaknya dari uang ditangan Lo itu" Zidan mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan isinya. Entah berapa banyak uang yang ada didompet Zidan, Vania tidak tahu saking banyaknya.
"Kalau kakak banyak uang kenapa ngambil bekal Nia, kan Kakak bisa jajan pakai uang Kakak sendiri".
"Lo mau tahu kenapa? Karena Gue suka membuat keributan" jawab Zidan dengan bangga.
"Pantas saja Kakak dua kali tinggal kelas, pasti karena Kakak suka mengganggu orang dan suka membuat keributan, kata Bapak Nia hidup itu cuma sekali jangan disia-siakan untuk hal yang tidak berguna, berikan yang terbaik yang kita bisa, orang tua Kakak pasti sedih ya kalau tahu Kakak seperti ini" cerocos Nia dihadapan Zidan.
"Eeh Lo bocah desa jangan ceramah didepan Gue ya" sergah Zidan dengan suara gusar.
"Nia tidak ceramah Kak, Nia cuma ingin Kakak tidak menyia-nyiakan masa muda Kakak".
"Eeh..Lo lama-lama omongan Lo sudah seperti Guru BP tahu nggak..nih kotak makan Lo, sana jauh-jauh dari Gue..Gue nek denger omongan Lo" Zidan menyerahkan kotak makan Nia ketangannya.
Vania menerima kotak makannya dengan senyum manis tersungging dibibirnya.
"Makasih Kak" sahutnya riang.
Vania segera mendekati ketiga temannya yang sedari tadi hanya berani memperhatikan dari tempat duduk mereka.
"Nih makan lagi" Vania meletakan kotak bekalnya diatas meja dihadapan tiga temannya.
"Gila Lo Nia...berani banget Lo sama si trouble maker itu" bisik Yani.
"Kenapa mesti takut, Kak Zidan kan manusia bukan singa".
"Tapi Diakan perusuh paling ditakuti disekolah ini Nia, para Guru saja sudah angkat tangan sama kelakuannya" sahut Kiki.
"Kenapa nggak dikeluarin saja dari sekolah ini ya?" Tanya Vania.
"Eeh Lo nggak tahu ya Nia, sekolah inikan punya Kakeknya Dia" sahut Yani.
"Emang sekolah dikota bukan punya pemerintah ya?" Vania mengernyitkan keningnya bingung.
"Hadeehhh Nia...kalau dikota memang banyak sekolah yang bukan milik pemerintah tapi milik yayasan seperti sekolah kita ini Nia" jawab Ami.
"Oooh begitu ya".
"Iya..." sahut ketiga temannya.
Bell tanda masuk berbunyi.
Mereka bersiap untuk menerina pelajaran mereka untuk hari ini.
--
Vania menunggu jemputan sembari berdiri dengan punggung bersandar didekat gerbang sekolah.
Ketiga temannya sudah pulang lebih dulu.
Seorang cowok yang baru keluar dari gerbang sekolah dengan menaiki sepeda motor berhenti didepannya.
"Heey bocah desa" panggil cowok itu sambil melepas helmnya.
"Kak Zidan!" Seru Vania sambil menegakan punggungnya.
"Ngapain Lo masih disini?".
"Nunggu jemputan" jawab Vania.
"Mau Gue antar pulang nggak?".
"Eeh..enggak makasih Kak".
"Eeh bocah desa asal Lo tahu ya, Lo satu-satunya cewek didunia ini yang Gue tawarin buat Gue antar pulang, harusnya Lo senang Gue tawarin" Zidan menatap Vania gusar karena sudah menolak tawarannya.
"Oooh begitu ya..ehmm tapi maaf Kak, Nia dilarang terlalu dekat dengan cowok" sahut Vania polos.
Zidan turun dari motornya.
"Siapa yang melarang?" Zidan berdiri dihadapan Nia.
"Ibu Bapak, Ayah Bunda dan Bang Erwan".
"Mereka itu siapa?" Tanya Zidan tidak puas dengan jawaban Vania.
"Ibu Bapak itu orang tua Nia, Ayah Bunda itu orang tua Bang Erwan".
"Bang Erwan itu siapa?".
"Bang Erwan itu...naah itu Bang Erwan" Vania menunjuk kearah mobil yang mendekati mereka.
Mobil berhenti didekat mereka, Erwan keluar dari dalam mobil dengan wajah merah dan tatapan tajam kearah Zidan.
Erwan dan Zidan berdiri berhadapan.
Mata mereka seperti tengah berperang, Zidan membuang pandangannya.
"Oke Nia..karena 'Bang Erwanmu' sudah datang, Gue pergi dulu" ujar Zidan dengan menekankan kata 'Bang Erwanmu' pada kalimatnya.
Zidan segera memasang kembali helmnya dan segera menaiki motornya.
"Naiklah" Erwan membukakan pintu mobilnya untuk Vania.
Vania masuk kedalam mobil setelahnya baru Erwan masuk lewat pintu yang lainnya.
Erwan duduk dibelakang setir tanpa bicara.
Vania memperhatikan wajah Erwan yang seperti menyimpan kemarahan.
Suasana terasa sangat hening dalam perjalanan mereka kembali kerumah.
Vania diam karena bingung dengan kediaman yang ditunjukan Erwan.
Begitu tiba dirumah Vania turun dari mobil diikuti Erwan.
Tapi Erwan tetap diam saja sampai mereka masuk kedalam rumah.
Erwan tahu benar siapa Zidan, mereka satu sekolah sejak SD sampai SMA.
Tapi mereka tidak pernah bisa jadi teman dekat karena sikap Zidan yang sangat sulit dimengerti.
Zidan suka mengganggu orang untuk mencari perhatian.
Tapi Dia juga suka menyendiri seperti mempunyai dunia sendiri.
"Eeh..kalian sudah pulang..ganti baju dulu, sholat dzuhur dulu baru makan siang ya" suara Bundanya membuat lamunan Erwan terhenti.
"Ya Bun" sahut Vania sambil mencium punggung tangan Bu Elma setelahnya Erwan melakukan hal yang sama.
Mereka berdua naik kelantai atas menuju kamar mereka masing-masing.
"Bang" panggil Vania pelan membuat Erwan menghentikan langkahnya.
"Abang lagi sariawan atau sakit gigi Bang?" Vania berdiri dihadapan Erwan, dua jarinya menjepit pipi Erwan agar mulut Erwan terbuka.
Vania menengok kedalam mulut Erwan, Erwan melepaskan tangan Vania dari pipinya kemudian menarik pinggang Vania agar tubuh Vania rapat ketubuhnya.
Bibir Erwan mengulum bibir Vania lembut.
"Nia milik Abang, kenapa Nia dekat-dekat dengan cowok lain?" Tanya Erwan setelah melepaskan ciumannya.
"Ehmm..maksud Abang cowok lain itu Kak Zidan?" Tanya Vania tanpa rasa bersalah.
"Hmm..Kak Zidan?" Erwan mengernyitkan keningnya mendengar cara Vania menyebut nama Zidan, baginya terdengar seperti sangat akrab.
"Iya..cowok yang tadi itu namanya Kak Zidan, Dia teman satu kelas Nia, ehmm harusnya sih Dia kelas 12 Bang, tapi karena...".
"Stop..stop..sekarang ganti bajumu kita sholat dzuhur bareng" Erwan masuk kedalam kamarnya meninggalkan Vania yang sedikit bingung karena sikap  Erwan yang tidak seperti biasanya.
Usai sholat dzuhur.
"Abang marah ya sama Nia?" Tanya Vania setelah mencoba menelusuri apa yang menyebabkan sikap Erwan berubah.
"Sebaiknya kita makan siang sekarang, Bunda pasti sudah menunggu kita" sahut Erwan yang langsung ingin keluar dari kamar meninggalkan Vania.
"Bang" Vania menahan lengan Erwan, matanya berkaca-kaca.
Erwan menghentikan langkahnya, diputarnya tubuhnya agar menghadap kearah Vania.
Kaca dimata Vania pecah dan turun menganak sungai dipipinya.
"Abang tidak apa-apa" Erwan menghapus air mata Vania.
"Tapi sejak tadi Abang diam saja" Vania melingkarkan kedua tangannya dipinggang Erwan, kepalanya jatuh didada Erwan.
"Kalau Nia salah maafin Nia ya Bang, tapi jangan diam saja hiks..hikss".
"Cup..cup..Abang tidak marah, Abang hanya lelah dengan tugas kuliah" Erwan mengusap lembut rambut Vania.
Erwan sadar sepenuhnya jika Vania sangat polos, tidak mungkin Vania melakukan hal yang dilarang olehnya.
Ia lah yang harus banyak bersabar dan mencoba memahami Vania.
"Benar Abang tidak marah?" wajah Vania mendongak agar bisa melihat wajah Erwan.
"Iya Abang tidak marah".
"Kalau tidak marah cium Nia lagi dong Bang" pinta Vania dengan mata berbinar.
Erwan mengerutkan dahinya sesaat.
'Kenapa Vania jadi bisa agresif begini' batinnya.
"Kenapa tiba-tiba Nia berani minta dicium? " pancing Erwan.
"Ooh..jadi kalau cewek nggak boleh minta cium duluan ya Bang, maaf Nia nggak tahu..ehmmm Nia jadi malu" Vania menyusupkan wajahnya yang terasa panas karena malu kedada Erwan.
Erwan membawa Vania duduk ditepi ranjang.
Dipangkunya Vania diatas kedua pahanya.
"Ingat ya Nia..siapapun yang minta cium jangan pernah dikasih kecuali Abang".
"Iya Abang.." sahut Nia sedikit kesal karena Erwan selalu mengatakan hal itu kepadanya.
"Nia mau dicium dimana? Bibir apa dada?" Tanya Erwan.
Nia tiba-tiba tertawa.
"Kenapa tertawa?" Tanya Erwan bingung.
"Pertanyaan Abang persis pertanyaan penjual ayam goreng tepung didesa Nia, tapi Dia tanyanya 'mau dada apa paha' begitu Bang" sahut Vania dengan suara ceria.
Tapi keceriaannya hanya sesaat karena setelahnya Ia terisak pelan.
"Kangen Bapak...kangen Ibu..hiks..hiks.." Vania menyandarkan kepalanya dibahu Erwan.
"Waann" Bu Elma muncul diambang pintu kamar Vania dan tertegun melihat Vania yang duduk dipangkuan Erwan.
Senakin kaget lagi saat mendengar Vania menangis.
"Waan ada apa? Kamu apain Vania Wan??" Tanya Bu Elma yang langsung mendekati mereka berdua.
"Nia kangen orang tuanya Bun, kangen dipangku Bapaknya seperti ini" jawab Erwan.
"Benar Sayang? Nia nangis bukan karena digangguin Bang Erwan kan?" Tanya Bu Elma sambil mengusap kepala Vania lembut.
Vania menggelengkan kepalanya.
"Nia kangen Bapak Ibu".
"Kalau Nia kangen kan bisa pinjam ponsel Bang Erwan buat video call Sayang" sahut Bu Elma.
"Sudah video call kemarin Bun, Nia nya aja nih yang lagi mau dimanjain" sahut Erwan.
"Enghh..Nia nggak manja..tadikan Abang sendiri yang...".
"Iya..iya..ssshhtt..cup..cup...Nia memang nggak manja kok, sekarang kita makan siang ya" bujuk Erwan yang takut Nia kelepasan nembuka rahasia mereka didepan Bundanya.
"Ayo kita makan Sayang" Bu Elma menarik tangan Nia dengan lembut agar Nia bangkit dari pangkuan Erwan.
Vania bangkit dari pangkuan Erwan dan melangkah keluar kamarnya menuju ruang makan dilantai bawah.
Erwan menarik nafas lega setelahnya mengikuti langkah Bundanya dan Vania.