Jumat, 23 Desember 2016

KECIL-KECIL NIKAH PART.8

PART.8 (CIPIKA CIPIKI)

Selesai makan siang Bu Elma minta Vania dan Erwan menemaninya belanja kesuper market.
Erwan mengikuti Bundanya dan istrinya dengan troli ditangannya.
"Nia kalau ingin sesuatu ambil saja ya Sayang" kata Bu Elma kepada Vania.
"ya Bunda" sahut Vania.
"Ambil pembalut Nia, biar pas datang bulan nggak repot cari pembalut" bisik Erwan.
"Heenghh" Vania mengangguk lalu mengambil dua bungkus pembalut untuk siang dan malam.
"Kok beda?" Tanya Erwan.
"Yang kecil buat siang, yang besar buat malam" sahut Vania sambil berbisik juga.
"Ooohhh" Erwan manggut-manggut.
Erwan mengambil satu kotak tysu basah.
"Itu apa Bang?" Tanya Vania berbisik.
"Tysu basah".
"Tysu basah buat apa?" Vania mendongakan wajahnya untuk bisa menatap wajah Erwan.
"Buat..ehmm..nanti dirumah Abang kasih tahu buat apa" sahut Erwan.
Vania meneruskan langkahnya mengikuti Bu Elma yang berjalan didepannya, Erwan berjalan disebelahnya sambil mendorong troli belanjaan mereka.
"Haay..Tante Elma..selamat siang Tan?" Sapa seorang cewek yang langsung memeluk dan mencium pipi kiri dan kanan Bu Helma.
Lalu cewek itu juga mencium pipi kiri dan kanan Erwan.
"Hay Wan" sapanya.
"Hay Kay" sahut Erwan.
Mata dan mulut Vania terbuka lebar saat melihat cewek itu mencium kedua pipi Erwan.
"Ini siapa?" Tanya cewek yang dipanggil Kay oleh Erwan dengan jari menunjuk kearah Vania.
"Ini Vania dia anak sahabat Tante, Dia tinggal dan sekolah disini" jawab Bu Elma.
"Ooh..hay Vania, Aku Kayla panggil saja Kay" Kayla mengulurkan tangannya pada Vania dan disambut Vania tanpa bersuara.
"Kay dan Erwan satu kampus?" Tanya Bu Elma pada Kayla.
"Iya Tante" tanpa sungkan Kayla bergelayut dilengan Erwan.
Mata dan mulut Vania kembali terbuka lebar melihat Kayla yang bersikap seperti itu dihadapannya juga didepan Bunda.
Bu Elma melangkah lagi untuk meneruskan belanjanya, Vania segera mengikuti Bu Elma meninggalkan Erwan dan Kayla dibelakangnya.
Erwan berusaha melepaskan pegangan tangan Kayla dilengannya.
"Maaf Kay..Aku risih kalau digelayutin begini" kata Erwan halus.
Erwan takut Vania jadi salah paham kepadanya karena terlihat jelas wajah Vania yang seperti tidak senang melihat Kayla bersikap mesra padanya.
Kayla melepaskan tangannya.
"Biasanyakan juga begini Wan" rajuk Kayla.
"Sekarang tidak ada lagi biasanya Kay" sahut Erwan dengan suara ditahan agar tidak terdengar orang lain.
"Kamu kenapa sih sejak pulang liburan berubah banget Wan?" Kayla meneliti wajah Erwan yang berjalan disebelahnya.
"Ya tidak apa-apa, Aku hanya merasa sudah saatnya saja Aku berubah".
"Jangan bilang kalau Kamu suka sama anak sahabat Bundamu itu ya Wan!" Desis Kayla sambil menunjuk Vania dengan dagunya.
"Kalau ya memangnya kenapa? Aku singel Dia singel lalu dimana salahnya?".
Langkah Kayla terhenti.
"Jadi kamu...".
"Ya..Aku memang suka dengan Vania...".
"Wan...Aku...".
"Maaf Kay..Aku kira ini bukan tempat dan saat yang tepat untuk membahas ini" sahut Erwan cepat.
Kayla menarik nafas dalam.
"Oke Wan..kita bicarakan ini nanti..Aku pergi dulu" Kayla melangkah mendekati Bu Elma untuk berpamitan pergi lebih dulu.
Tapi Kayla tidak bicara apapun untuk berpamitan kepada Vania.
Erwan mendekati Vania, tapi Vania cepat mensejajari langkah Bu Elma.
Vania lebih memilih berada didekat Bu Elma dari pada Erwan.
Erwan tersenyum Ia tahu Vania pasti marah karena melihat apa yang dilakukan Kayla tadi kepadanya.
Bahkan saat mereka tiba dirumahpun Vania tetap saja menghindari Erwan.
Vania hanya mau bicara dengan Bunda mereka.
Vania membantu Bu Elma memasukan sayur dan ikan kedalam kulkas didapur.
Sementara Erwan membawa belanjaan Vania kelantai atas.
"Bunda".
"Ya".
"Memang boleh ya cowok dengan cewek yang bukan suami istri ciuman?".
"Eeh..tentu saja tidak boleh Sayang".
"Tapi tadi kenapa cewek itu mencium Abang, Dia bukan istri Abang seperti Nia kan?".
"Tentu saja bukan Sayang..eeh...memangnya Nia sudah pernah dicium Abang?" Tanya Bu Elma dengan tatapan menyelidik kearah Vania.
Wajah Vania yang memerah dan senyum tersipunya sebenarnya cukup bagi Bu Elma sebagai jawaban atas pertanyaannya.
Tapi Bu Elma ingin lebih memastikan lagi.
"Jawab Sayang..tidak boleh bohong loh ya".
"Heumm" Vania menganggukan kepalanya sambil menggigit bibir bawahnya.
Bu Elma menarik nafas panjang sesaat.
"Abang cium Nia dipipi apa dibibir?".
"Ehmmm..dipipi...di....".
"Dikening..iyakan Nia" Erwan tiba-tiba muncul diambang pintu dapur, membuat Vania dan Bu Elma terkejut.
"Nia..benar yang dibilang Abangmu?" Tanya Bu Elma.
"I..iya Bunda" sahut Vania sambil menganggukan kepalanya setelah menerima tatapan Erwan yang seakan memperingatkannya agar jangan membuka rahasia mereka.
"Ingat ya Wan...jangan lebih dari itu, ingat janjimu pada orang tua Vania".
"Iya Bunda..iyaaa" sahut Erwan sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
"Nia juga jangan mau kalau dicium-cium Abang, kalau Abang memaksa kasih tahu Bunda ya".
"Iya Bunda" jawab Vania sembari melirik kearah Erwan.
"Bunda".
"Ya".
"Tadi Bunda belum jawab pertanyaan Nia".
"Pertanyaan yang mana?".
"Itu kenapa cewek itu cium Abang?" Vania menunjuk kearah Erwan.
"Nia kalau dikota hal seperti itu sudah biasa dilakukan saat bertemu teman" jawab Bu Elma.
"Oooh...berarti Nia boleh cium pipi teman cowok Nia juga dong Bun?".
"Eeh nggak boleh..nggak boleh" seru Erwan sambil menggoyangkan telapak tangannya didepan Vania.
"Tadi katanya dikota sudah biasa, Abang boleh dicium cewek lain masa Nia tidak boleh di...".
"Eeh..nggak..nggak boleh" seru Erwan semakin nyaring dan nyaris terdengar seperti orang panik.
Bu Elma tersenyum melihat sikap Erwan yang seperti orang kebakaran jenggot.
"Nia..sayang...ada hal-hal yang bisa ditiru dari kebiasaan orang kota, tapi ada juga yang tidak perlu ditiru dan menurut Bunda cipika cipiki bukan hal yang harus ditiru kalau dilakukan dengan lawan jenis" kata Bu Elma lembut.
"Ci-pi-ka...ci-pi-ki...itu apa Bun?".
"Cipika cipiki itu artinya cium pipi kanan..cium pipi kiri seperti Bang Erwan dengan Kayla tadi, sebaiknya Nia tidak usah meniru kebiasaan seperti itu ya".
"Ooh...tapi kalau Nia ci..pi..ka nya sama Abang bolehkan Bun?".
"Iya boleh..tapi nggak boleh lebih dari itu ya".
Vania menatap Erwan, Erwan menganggukan kepalanya.
"Iya Bunda" sahut Vania.
Bu Elma tersenyum mendengar jawaban Vania.
Beliau percaya Vania yang lugu dan polos tidak akan membohonginya.
--
Dari siang sampai malam rasa kesal dihati Vania pada Erwan belum juga hilang.
Vania masih kesal karena Erwan cipika cipiki dengan Kayla sehingga Ia tidak mau membukakan pintu kamarnya untuk Erwan saat Erwan mengetuk pintu kamarnya usai mereka makan malam dan sholat Isya bersama orang tua Erwan.
"Nia Sayang..bukain dong".
"Enggak mau..kata Bunda Nia nggak boleh bukain pintu buat Abang".
"Duuhhh Nia...Nia lupa ya kalau Nia punya hutang sama Abang, hutang ongkos nganterin Nia kesekolah tadikan janjinyakan mau dibayar malam".
"Iya Nia tahu..tapi Nia nggak mau bayar malam ini".
"Kalau nggak dibayar malam ini nanti berbunga loh".
"Biarin".
"Nia...".
"Waan...Nia" suara Bundanya yang memanggil mereka mengagetkan Erwan.
"Ya Bun" sahut Erwan.
"Nia mana?".
"Nia..dicari Bunda" Erwan mengetuk pintu kamar Vania.
Vania membuka pintu kamarnya.
"Ya Bun".
"Bunda sama Ayah harus ke Bandung sekarang, Tante kalian yang tadinya sudah mulai sehat mendadak kritis lagi kondisi kesehatannya".
"Ooh..kita ikut ke Bandung juga Bun?" Tanya Erwan.
"Enggak usah Wan, kaliankan harus sekokah dan kuliah, kamu jagain Vania ya Wan, antar jemput Nia sekolah, soalnya Mamang ikut pergi dengan kami".
"Iya Bun..Bunda jangan khawatir soal itu" sahut Erwan.
Bu Elma turun kelantai bawah diikuti Vania dan Erwan dibelakangnya.
"Ayah Bunda pergi sekarang?" Tanya Erwan.
"Iya Wan...jaga Nia ya..jangan macam-macam ya Wan".
"Iya Ayaahh" sahut Erwan.
Bu Elma memeluk Vania.
"Maaf ya Nia, kamu harus Bunda tinggal untuk beberapa hari, kalau ada apa-apa telpon saja Bunda ya" Bu Elma mengelus kepala Vania penuh sayang.
"Iya Bun" sahut Vania.
"Jangan berantem ya, Erwan jagain Vania dengan baik ya" pesan Bu Elma.
"Iya Bun" sahut keduanya.
Pak Yanto dan Bu Elma pergi dengan diantar supir mereka.
Vania segera naik keatas begitu mobil hilang dari pandangannya.
Setelah mengunci pintu Erwan segera berlari menyusulnya.
"Nia..Nia..bukain dong" Erwan mengetuk pintu kamar Vania.
"Enggak mau".
"Nia..kita kan cuma berdua dirumah Mamang ikut Ayah Bunda, Bibik ijin nengokin anaknya..Nia nggak takut tidur sendirian, Oma dirumah tetangga sebelah baru meninggal loh kemarin malam".
"Nia nggak takut" sahut Vania.
"Beneran nggak takut...padahalkan Nia sempat ngobrol sama Oma itu sore hari sebelum Beliau meninggal, mungkin sajakan Oma itu pengen ngobrol lagi sa...".
Pintu terbuka sebelum Erwan menyelesaikan kalimatnya.
"Abaang jangan nakut-nakutin" Vania memukul lengan Erwan kesal.
Erwan menangkap tangan Vania lalu membawa Vania masuk kedalam kamar.
"Abang pengen nagih ongkos nganterin Nia kesekolah" Erwan menyandarkan punggung Vania kedaun pintu.
"Enggak mau..muka Abang bekas dicium cewek lain.." Vania mendorong dada Erwan dengan kedua tangannya.
"Nia cemburu ya?" Goda Erwan.
"Enggak..".
"Cemburu nih pasti..iyakan".
"Enghhh..eeenggaaakk" Vania menghentakan kakinya dengan kesal.
Matanya mulai berkaca-kaca.
"Iya..iya..Nia nggak cemburu...muka Abang nggak ada bekas ciumannya lagi kok, kan sudah mandi tadi sore, sudah wudhu juga waktu mau sholat, mau ya Abang cium" Erwan meraba bibir Vania dengan jarinya.
"Mau ya Sayang" bujuk Erwan.
"Nia nggak mau dicium Abang lagi kalau Abang cium-cium cewek lain".
"Iya..iya..Abang janji tidak akan mengijinkan cewek lain cium-cium Abang, cuma Nia yang boleh cium Abang, sekarang mau ya Abang cium" bujuk Erwan.
Vania mengangguk.
"Abang mau ciumnya dibibir atau didada?" Tanyanya dengan suara dan tatapan polosnya, membuat Erwan tersenyum bahagia.
"Dua-duanya" bisik Erwan sebelum mendaratkan ciumannya dibibir Vania.
Bibir Erwan turun keleher Vania.
"Eenghh Nia merinding Bang...jangan-jangan Oma yang meninggal masuk kamar Nia" jemari Vania mencengkeram erat lengan Erwan, matanya menatap kesekeliling kamar.
Erwan tidak menjawab karena tangannya ingin melepaskan pakaian Vania.
"Jangan Bang".
"Kenapa?".
"Kalau roh Omanya masuk kesini nanti bisa lihat kita ciuman kan malu Bang".
"Roh Omanya tidak akan datang kesini Nia".
"Tapi tadi Abang bilang...hmmmpppp" Erwan tidak mau lagi memberi kesempatan Vania untuk mengoceh.
Dibopongnya tubuh mungil Vania menuju tempat tidur setelah Ia melepaskan pakaian bagian atas dan bra Vania.
Bibir Erwan kembali berpindah menyusuri leher Vania.
"Baaang Nia merinding lagi...Nia takut Baang" mata Vania kembali berusaha meneliti sekitar kamarnya.
"Baang..Baang..Nia mau pipis...Baang..merindingnya nggak mau berhenti Bang...jangan-jangan Omanya lagi melototin kita Bang" ceracau Vania membuat Erwan harus kembali membungkam mulut Vania dengan ciumannya.
Erwan jadi menyesal sudah menakut-nakuti Vania tadi, karena Ia jadi merasa kehilangan konsentrasinya dalam mecumbui Vania, karena Vania ketakutan akibat merasa merinding.
Hhhh...punya istri lugu dan polos itu..enak-enak susah ternyata batin Erwan.

 

KECIL-KECIL NIKAH PART.7

PART.7 (CEMBURU)

**setelah satu bulan**
Vania ingin turun dari mobil Erwan yang mengantarnya kesekolah.
"Eeh tunggu".
"Ehmm ada apa Bang".
"Nia belum bayar sama Abang ongkos untuk mengantar Nia kesekolah".
"Haahh masa Nia harus bayar juga sama Abang?".
"Iya dong".
"Nih tadi Nia dikasih Bunda uang jajan 20 ribu".
"Abang nggak mau dibayar pake uang".
"Eeh..terus pakai apa Bang?".
"Ciuman".
"Eeh..malu Bang sudah banyak yang datang".
"Bukan sekarang tapi nanti malam".
"Oooh..kalau nanti malam Nia mau kok Abang cium".
"Bener ya".
"Hengh..Assalamuallaikum Bang".
"Walaikumsalam sayang, selamat belajar dan ingat nggak boleh dekat-dekat cowok lain" Erwan mengacungkan jari telunjuknya kearah Nia.
"Iyaaa..Nia tahu Abang..sudah sana Abang pergi kuliah" Vania segera turun dari mobil Erwan.
Erwan melambaikan tangannya kearah Vania.
Vania berlari mendekati tiga temannya.
"Diantar Bang Erwan ya Nia" tanya Ami.
"Iya".
"Bang Erwan sama Abang Gue satu kelas waktu sekolah disini, Abang Gue bilang Bang Erwan itu playboy, ceweknya banyak" kata Yani.
"Ooh..".
"Tapi kata Abang Gue Bang Erwan sepupu Lo itu juga baik Nia, Dia sering traktir Abang Gue makan" kali ini Kiki yang bicara.
"Ooh".
"Iissh Nia kok ooh..ooh terus sih" rungut Ami kesal.
"Terus Nia harus bilang apa?".
"Hhh...Lo sudah sarapan Nia?" Tanya Yani.
"Sudah" Vania menganggukan kepalanya.
"Lo bawa bekal apa hari ini?" Tanya Kiki.
"Enggak tahu Bunda ngasih bekal apa, nih lihat saja sendiri" Vania mengambil kotak bekalnya dari dalam tasnya lalu menyodorkannya pada Kiki.
Meski Bu Elma memberinya uang jajan, tapi Beliau juga memberinya bekal setiap hari dengan menu berbeda.
Kiki membuka kotak bekal Vania.
"Nugget...minta ya Nia" kata Kiki.
"Heeh..ambil saja" jawab Vania.
Baru saja Kiki mengambil sepotong nugget dari kotak bekal Vania, kotak bekal itu sudah berpindah tangan.
Seorang cowok merebut kotak bekal itu dari tangan Kiki.
"Zidaaaannn" teriak Kiki gusar.
Yang diteriaki cuek saja melenggang masuk kedalam kelas dengan kotak bekal Vania ditangannya.
Keempatnya menyusul Zidan masuk kedalam kelas.
Zidan terlihat sudah duduk dikursi paling pojok dideretan paling belakang.
Kursi kebesarannya begitu Zidan menyebutnya.
Vania mendekati Zidan.
"Kak Zidan kalau mau minta bilang saja, tapi jangan semuanya dong" Vania menadahkan tangannya meminta kotak bekalnya dikembalikan.
"Gue mau semuanya" sahut Zidan dengan suara dan ekspresi datar.
"Kak Zidan nggak punya uang buat jajan ya? Nih ambil saja uang jajan Nia, tapi balikin kotak bekalnya, itu punya Bunda nanti Nia harus jawab apa kalau kotak bekal Bunda nggak Nia balikin" Nia menyodorkan uang 20 ribu yang diambilnya dari saku bajunya kehadapan Zidan.
Mata Zidan menyorot marah pada Vania.
"Heryy bocah desa..Gue bukan orang kere ya, lihat dompet Gue..uang Gue 100 kali lipat banyaknya dari uang ditangan Lo itu" Zidan mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan isinya. Entah berapa banyak uang yang ada didompet Zidan, Vania tidak tahu saking banyaknya.
"Kalau kakak banyak uang kenapa ngambil bekal Nia, kan Kakak bisa jajan pakai uang Kakak sendiri".
"Lo mau tahu kenapa? Karena Gue suka membuat keributan" jawab Zidan dengan bangga.
"Pantas saja Kakak dua kali tinggal kelas, pasti karena Kakak suka mengganggu orang dan suka membuat keributan, kata Bapak Nia hidup itu cuma sekali jangan disia-siakan untuk hal yang tidak berguna, berikan yang terbaik yang kita bisa, orang tua Kakak pasti sedih ya kalau tahu Kakak seperti ini" cerocos Nia dihadapan Zidan.
"Eeh Lo bocah desa jangan ceramah didepan Gue ya" sergah Zidan dengan suara gusar.
"Nia tidak ceramah Kak, Nia cuma ingin Kakak tidak menyia-nyiakan masa muda Kakak".
"Eeh..Lo lama-lama omongan Lo sudah seperti Guru BP tahu nggak..nih kotak makan Lo, sana jauh-jauh dari Gue..Gue nek denger omongan Lo" Zidan menyerahkan kotak makan Nia ketangannya.
Vania menerima kotak makannya dengan senyum manis tersungging dibibirnya.
"Makasih Kak" sahutnya riang.
Vania segera mendekati ketiga temannya yang sedari tadi hanya berani memperhatikan dari tempat duduk mereka.
"Nih makan lagi" Vania meletakan kotak bekalnya diatas meja dihadapan tiga temannya.
"Gila Lo Nia...berani banget Lo sama si trouble maker itu" bisik Yani.
"Kenapa mesti takut, Kak Zidan kan manusia bukan singa".
"Tapi Diakan perusuh paling ditakuti disekolah ini Nia, para Guru saja sudah angkat tangan sama kelakuannya" sahut Kiki.
"Kenapa nggak dikeluarin saja dari sekolah ini ya?" Tanya Vania.
"Eeh Lo nggak tahu ya Nia, sekolah inikan punya Kakeknya Dia" sahut Yani.
"Emang sekolah dikota bukan punya pemerintah ya?" Vania mengernyitkan keningnya bingung.
"Hadeehhh Nia...kalau dikota memang banyak sekolah yang bukan milik pemerintah tapi milik yayasan seperti sekolah kita ini Nia" jawab Ami.
"Oooh begitu ya".
"Iya..." sahut ketiga temannya.
Bell tanda masuk berbunyi.
Mereka bersiap untuk menerina pelajaran mereka untuk hari ini.
--
Vania menunggu jemputan sembari berdiri dengan punggung bersandar didekat gerbang sekolah.
Ketiga temannya sudah pulang lebih dulu.
Seorang cowok yang baru keluar dari gerbang sekolah dengan menaiki sepeda motor berhenti didepannya.
"Heey bocah desa" panggil cowok itu sambil melepas helmnya.
"Kak Zidan!" Seru Vania sambil menegakan punggungnya.
"Ngapain Lo masih disini?".
"Nunggu jemputan" jawab Vania.
"Mau Gue antar pulang nggak?".
"Eeh..enggak makasih Kak".
"Eeh bocah desa asal Lo tahu ya, Lo satu-satunya cewek didunia ini yang Gue tawarin buat Gue antar pulang, harusnya Lo senang Gue tawarin" Zidan menatap Vania gusar karena sudah menolak tawarannya.
"Oooh begitu ya..ehmm tapi maaf Kak, Nia dilarang terlalu dekat dengan cowok" sahut Vania polos.
Zidan turun dari motornya.
"Siapa yang melarang?" Zidan berdiri dihadapan Nia.
"Ibu Bapak, Ayah Bunda dan Bang Erwan".
"Mereka itu siapa?" Tanya Zidan tidak puas dengan jawaban Vania.
"Ibu Bapak itu orang tua Nia, Ayah Bunda itu orang tua Bang Erwan".
"Bang Erwan itu siapa?".
"Bang Erwan itu...naah itu Bang Erwan" Vania menunjuk kearah mobil yang mendekati mereka.
Mobil berhenti didekat mereka, Erwan keluar dari dalam mobil dengan wajah merah dan tatapan tajam kearah Zidan.
Erwan dan Zidan berdiri berhadapan.
Mata mereka seperti tengah berperang, Zidan membuang pandangannya.
"Oke Nia..karena 'Bang Erwanmu' sudah datang, Gue pergi dulu" ujar Zidan dengan menekankan kata 'Bang Erwanmu' pada kalimatnya.
Zidan segera memasang kembali helmnya dan segera menaiki motornya.
"Naiklah" Erwan membukakan pintu mobilnya untuk Vania.
Vania masuk kedalam mobil setelahnya baru Erwan masuk lewat pintu yang lainnya.
Erwan duduk dibelakang setir tanpa bicara.
Vania memperhatikan wajah Erwan yang seperti menyimpan kemarahan.
Suasana terasa sangat hening dalam perjalanan mereka kembali kerumah.
Vania diam karena bingung dengan kediaman yang ditunjukan Erwan.
Begitu tiba dirumah Vania turun dari mobil diikuti Erwan.
Tapi Erwan tetap diam saja sampai mereka masuk kedalam rumah.
Erwan tahu benar siapa Zidan, mereka satu sekolah sejak SD sampai SMA.
Tapi mereka tidak pernah bisa jadi teman dekat karena sikap Zidan yang sangat sulit dimengerti.
Zidan suka mengganggu orang untuk mencari perhatian.
Tapi Dia juga suka menyendiri seperti mempunyai dunia sendiri.
"Eeh..kalian sudah pulang..ganti baju dulu, sholat dzuhur dulu baru makan siang ya" suara Bundanya membuat lamunan Erwan terhenti.
"Ya Bun" sahut Vania sambil mencium punggung tangan Bu Elma setelahnya Erwan melakukan hal yang sama.
Mereka berdua naik kelantai atas menuju kamar mereka masing-masing.
"Bang" panggil Vania pelan membuat Erwan menghentikan langkahnya.
"Abang lagi sariawan atau sakit gigi Bang?" Vania berdiri dihadapan Erwan, dua jarinya menjepit pipi Erwan agar mulut Erwan terbuka.
Vania menengok kedalam mulut Erwan, Erwan melepaskan tangan Vania dari pipinya kemudian menarik pinggang Vania agar tubuh Vania rapat ketubuhnya.
Bibir Erwan mengulum bibir Vania lembut.
"Nia milik Abang, kenapa Nia dekat-dekat dengan cowok lain?" Tanya Erwan setelah melepaskan ciumannya.
"Ehmm..maksud Abang cowok lain itu Kak Zidan?" Tanya Vania tanpa rasa bersalah.
"Hmm..Kak Zidan?" Erwan mengernyitkan keningnya mendengar cara Vania menyebut nama Zidan, baginya terdengar seperti sangat akrab.
"Iya..cowok yang tadi itu namanya Kak Zidan, Dia teman satu kelas Nia, ehmm harusnya sih Dia kelas 12 Bang, tapi karena...".
"Stop..stop..sekarang ganti bajumu kita sholat dzuhur bareng" Erwan masuk kedalam kamarnya meninggalkan Vania yang sedikit bingung karena sikap  Erwan yang tidak seperti biasanya.
Usai sholat dzuhur.
"Abang marah ya sama Nia?" Tanya Vania setelah mencoba menelusuri apa yang menyebabkan sikap Erwan berubah.
"Sebaiknya kita makan siang sekarang, Bunda pasti sudah menunggu kita" sahut Erwan yang langsung ingin keluar dari kamar meninggalkan Vania.
"Bang" Vania menahan lengan Erwan, matanya berkaca-kaca.
Erwan menghentikan langkahnya, diputarnya tubuhnya agar menghadap kearah Vania.
Kaca dimata Vania pecah dan turun menganak sungai dipipinya.
"Abang tidak apa-apa" Erwan menghapus air mata Vania.
"Tapi sejak tadi Abang diam saja" Vania melingkarkan kedua tangannya dipinggang Erwan, kepalanya jatuh didada Erwan.
"Kalau Nia salah maafin Nia ya Bang, tapi jangan diam saja hiks..hikss".
"Cup..cup..Abang tidak marah, Abang hanya lelah dengan tugas kuliah" Erwan mengusap lembut rambut Vania.
Erwan sadar sepenuhnya jika Vania sangat polos, tidak mungkin Vania melakukan hal yang dilarang olehnya.
Ia lah yang harus banyak bersabar dan mencoba memahami Vania.
"Benar Abang tidak marah?" wajah Vania mendongak agar bisa melihat wajah Erwan.
"Iya Abang tidak marah".
"Kalau tidak marah cium Nia lagi dong Bang" pinta Vania dengan mata berbinar.
Erwan mengerutkan dahinya sesaat.
'Kenapa Vania jadi bisa agresif begini' batinnya.
"Kenapa tiba-tiba Nia berani minta dicium? " pancing Erwan.
"Ooh..jadi kalau cewek nggak boleh minta cium duluan ya Bang, maaf Nia nggak tahu..ehmmm Nia jadi malu" Vania menyusupkan wajahnya yang terasa panas karena malu kedada Erwan.
Erwan membawa Vania duduk ditepi ranjang.
Dipangkunya Vania diatas kedua pahanya.
"Ingat ya Nia..siapapun yang minta cium jangan pernah dikasih kecuali Abang".
"Iya Abang.." sahut Nia sedikit kesal karena Erwan selalu mengatakan hal itu kepadanya.
"Nia mau dicium dimana? Bibir apa dada?" Tanya Erwan.
Nia tiba-tiba tertawa.
"Kenapa tertawa?" Tanya Erwan bingung.
"Pertanyaan Abang persis pertanyaan penjual ayam goreng tepung didesa Nia, tapi Dia tanyanya 'mau dada apa paha' begitu Bang" sahut Vania dengan suara ceria.
Tapi keceriaannya hanya sesaat karena setelahnya Ia terisak pelan.
"Kangen Bapak...kangen Ibu..hiks..hiks.." Vania menyandarkan kepalanya dibahu Erwan.
"Waann" Bu Elma muncul diambang pintu kamar Vania dan tertegun melihat Vania yang duduk dipangkuan Erwan.
Senakin kaget lagi saat mendengar Vania menangis.
"Waan ada apa? Kamu apain Vania Wan??" Tanya Bu Elma yang langsung mendekati mereka berdua.
"Nia kangen orang tuanya Bun, kangen dipangku Bapaknya seperti ini" jawab Erwan.
"Benar Sayang? Nia nangis bukan karena digangguin Bang Erwan kan?" Tanya Bu Elma sambil mengusap kepala Vania lembut.
Vania menggelengkan kepalanya.
"Nia kangen Bapak Ibu".
"Kalau Nia kangen kan bisa pinjam ponsel Bang Erwan buat video call Sayang" sahut Bu Elma.
"Sudah video call kemarin Bun, Nia nya aja nih yang lagi mau dimanjain" sahut Erwan.
"Enghh..Nia nggak manja..tadikan Abang sendiri yang...".
"Iya..iya..ssshhtt..cup..cup...Nia memang nggak manja kok, sekarang kita makan siang ya" bujuk Erwan yang takut Nia kelepasan nembuka rahasia mereka didepan Bundanya.
"Ayo kita makan Sayang" Bu Elma menarik tangan Nia dengan lembut agar Nia bangkit dari pangkuan Erwan.
Vania bangkit dari pangkuan Erwan dan melangkah keluar kamarnya menuju ruang makan dilantai bawah.
Erwan menarik nafas lega setelahnya mengikuti langkah Bundanya dan Vania.

 

Selasa, 29 November 2016

KECIL-KECIL NIKAH PART.6

Erwan cepat mengenakan pakaiannya setelah membilas tubuhnya sebentar. Setelah selesai berpakaian Ia langsung lari kebawah karena bell pintu terus berbunyi. Erwan memberikan senyum termanisnya saat Ia membuka pintu, dan mendapati kedua orang tuanya sudah berdiri didepan pintu. "Assalamuallaikum Wan" sapa Ayah dan Bundanya. "Walaikumsalam Ayah..Bunda" sahut Erwan sembari mencium punggung tangan kedua orang tuanya. "Habis mandi ya Wan?". "Iya Bun". "Vania mana?". "Dikamarnya mungkin Bun". "Kamu nggak ngapa-ngapain Nia kan Wan?". "Enggak Bun". "Jangan bikin malu ya Wan, Bunda tidak mau orang tua Nia sampai kecewa sama kita". "Iyaaa Buun" sahut Erwan lebih meyakinkan Bundanya. "Ayah Bunda kok cepat banget balik dari Bandung?". "Kita batal ke Bandung karena Tantemu yang dipindah kerumah sakit disini" jawab Ayahnya. "Oooh begitu ya". "Iya..nanti malam kita ajak Vania jenguk Tantemu juga ya". "Iya Ayah". "Sudah sholat Ashar Wan?". "Belum Bun". "Cepat sholat Ashar dulu sana, Ayah Bunda mau kekamar dulu" kata Bu Elma. "Ya Bun" Erwan menganggukan kepalanya lalu melangkah kakinya menaiki tangga. "Nia..Nia" diketoknya pintu kamar Vania perlahan. Pintu kamar Vania terbuka. "Ada apa Bang?" Vania muncul dengan memakai mukena ditubuhnya. "Sudah sholat Ashar ya?". "Baru mau". "Bareng ya..tunggu Abang sebentar". "Abang mau kemana?". "Ngambil sarung, peci..". "Kan ada dikamar Nia bekas dzuhur tadi Bang". "Ooh iya lupa..ayolah". Selesai sholat Ashar. "Ayah Bunda sudah pulang ya Bang?" Tanya Vania sambil merapikan bekas sholat mereka. "Iya..nggak jadi ke Bandung katanya soalnya Tante dipindah perawatannya kerumah sakit disini" jawab Erwan seraya melepas peci, baju koko dan sarungnya dan meletakannya diatas tempat tidur Vania. "Ooh gitu ya". "Kata Ayah nanti malam kita harus ikut nengokin Tante kerumah sakit". "Jam berapa Bang?". "Aduuh Abang lupa tanya jam berapa". "Ooh". "Sini" Erwan menepuk pahanya agar Vania duduk dipangkuannya. "Nggak mau..malu nanti kalau kepergok Ayah Bunda" Vania menggelengkan kepalanya. Erwan mengunci pintu kamar Vania. Lalu menarik Vania agar duduk diatas pangkuannya. "Abang ingin cium Nia ya?" Tanyanya polos. Erwan tidak menjawab tapi bibirnya sudah menggapai bibir Vania. Vania melingkarkan satu tangannya dibahu Erwan. Tampaknya Vania mulai ketagihan dengan apa yang dinamakan ciuman. Erwan melepaskan ciumannya, diusapnya bibir Vania dengan jarinya. "Nia suka Abang cium?". Wajah Vania memerah mendengar pertanyaan Erwan membuat Erwan tersenyum sumringah. "Mau lagi?" Tawarnya. Vania mengangguk samar, wajahnya semakin merah. "Nia boleh minta apa saja sama Abang, tapi ingat ya Nia jangan pernah mau disentuh apa lagi dicium cowok lain". "Heengh..Nia tahu itu dosakan Bang?". "Hmmm pinter istri Abang" Erwan mengecup puncak hidung Vania sekilas. Vania tersenyum dengan tersipu malu. Bibir Erwan kembali meraih bibir Vania. Digigitnya pelan bibir bawah Vania sehingga Vania membuka mulutnya. Vania berusaha mengimbangi tarian lidah Erwan dirongga mulutnya. Satu tangan Erwan menyusup kebalik baju Vania dan menaikan bra Vania dari dadanya, sehingga dadanya lolos dari branya. Erwan menundukan kepalanya, dada Vania kini jadi sasaran kecupannya. Erwan membaringkan Vania diatas ranjang. "Abang mau bikin tanda didada Nia". "Tanda apa Bang". "Tanda kalau Nia milik Abang". "Enghh tanda seperti apa? Nia nggak ngerti Bang". "Tunggu yaa" Erwan mengecup dada Vania memberikan kiss marknya disana. "Ayo bangun..lihat deh tanda bikinan Abang" Erwan membantu Vania untuk bangun. Vania bangun dan Erwan membawanya kedepan cermin. Erwan berdiri dibelakang Vania, dan Ia mengangkat baju Vania agar Vania bisa melihat dadanya. "Ini tandanya kalau Nia cuma milik Abang" Erwan menunjuk kiss mark yang dibuatnya. "Enghh..Nia kan milik Bapak Ibu juga, tapi Bapak Ibu belum pernah kasih tanda kalau Nia milik Bapak Ibu..". "Ehhh...Nia sebagai milik Bapak Ibu itu berbeda dengan Nia sebagai milik Abang". "Apanya yang beda?" Vania mengusap tanda merah didadanya. "Bedanya Nia kan anaknya Bapak Ibu, tapi Nia istrinya Abang" jawab Erwan asal. "Eeh perut Nia kok belum besar-besar ya Bang" Vania mengusap perutnya pelan dan menatap perutnya melalui pantulan tubuhnya dicermin. Erwan tersenyum melihatnya. "Sini" Erwan kembali membawa tubuh Vania agar duduk dipangkuannya. "Abang mau cium bibir Nia lagi apa dada Nia?" Vania mengangkat bajunya agar dadanya terlihat jelas. Erwan menggelengkan kepalanya lalu merapikan lagi bra Vania yang tadi sempat diangkatnya. "Jangan kasih lihat siapapun tanda yang tadi Abang kasih ya". "Heengh" Vania mengangguk. "Abang mau jujur sama Nia". "Jujur?? Maksudnya Abang selama ini bohongin Nia, tidak jujur sama Nia?". "Iya". "Abang bohong apa sama Nia?". "Soal ciuman". "Soal ciuman? Maksudnya?". "Maksudnya..ehmmm...Abang bohong soal ciuman bikin hamil" Erwan menjawab ragu, takut Vania marah. "Ehmm..tapi Ibu juga bilang begitu kok, Ibu nggak mungkin bohong kan, mungkin perutnya Nia aja yang belum besar-besar Bang". "Tidak Nia..ciuman tidak bikin hamil". "Terus kalau ciuman tidak bikin hamil kenapa Rumi dicium Mas Narji bisa hamil?". "Karena ciumannya bukan dipipi atau dibibir". "Bukan dipipi atau dibibir? Maksud Abang Mas Narji ciumnya diperut Rumi gitu, makanya perut Rumi jadi besar?". Ya Allah.. Masih ada ya cewek seperti Vania jaman sekarang. Berkah banget buat Aku punya istri murni begini. Tapi kepolosan dan keluguannya bikin Aku pusing juga jadinya batin Erwan. "Abang jawab!!" Vania memukul dada Erwan pelan. "Ciumannya bukan diperut tapi yang dibawah perut". "Ehh dibawah perut" refleks tangan Vania merayapi bawah perutnya. Vania bangkit dari pangkuan Erwan. "Maksud Abang ciumannya disini?" Tanyanya sambil menunjuk apa yang ada diantara kedua pahanya. Erwan menganggukan kepalanya. Diraihnya lagi tubuh Vania agar kembali duduk dipangkuannya. "Jadi sekarang Nia nggak hamil?". "Heehmm". "Alhamdulillah..". "Nia senang tidak hamil?". "Heumm" kepala Vania mengangguk. "Nia tidak marah Abang bohongin?". "Heengh" kepala Vania menggeleng. "Alhamdulillah kalau Nia tidak marah...Abang boleh cium lagi kan?". "Heeumm" kepala Vania mengangguk lagi. "Nia suka Abang cium ya?". "Hee" wajah Nia tersipu malu. "Enak ya ciuman?". "Iya". "Tapi Nia harus ingat cuma Abang yang boleh cium Nia, tidak boleh sama cowok lain". "Iya Nia tahu...itu dosa, Abang sudah berapa kali bilang itu". "Ehmm baju Nia buka ya, Abang ingin bikin tanda yang banyak didada Nia" Erwan ingin melepaskan baju Vania. "Waann!!". "Bunda" kata Vania panik, Vania ingat kalau Bunda melarangnya membukakan pintu untuk Erwan. "Gelar lagi sajadahnya, kita pura-pura baru selesai sholat" Erwan memasang lagi baju koko dan sarungnya dengan cepat sementara Vania membuka pintu kamarnya. "Abangnya disini Bun". "Eeh ngapain Abang dikamar Nia?" Tanya Bu Elma heran. "Habis sholat Ashar bareng Bun" jawab Erwan yang muncul dibelakang Vania. "Ooh ya sudah..Bunda cuma mengingatkan habis maghrib kalian siap-siap ya, kita nengokin Tante kalian kerumah sakit". "Iya Bun" sahut Erwan. "Kamu nggak balik kekamarmu Wan?" Tanya Bu Elma. "Tanggung Bun sebentar lagi maghrib kita mau maghrib bareng, ya kan Nia?" Erwan menggamit lengan Nia. "Eeh iya...iya" Vania menganggukan kepalanya. "ya sudah..tapi ingat jangan macam-macan ya Wan!". "Kalau Nianya yang macam-macam gimana Bun?". "Enghhh Nia nggak pernah macam-macam...Abang tuuhhh yang..." rajuk Nia. Vania ingin mengatakan kalau Erwanlah yang sudah macam-macam. "Eeh iya..iya..Nia memang nggak pernah macam-macam kok Nia kan cantik baik..iya kan Bun" potong Erwan cepat sebelum Nia mengadukan perbuatannya kepada Bundanya. "Ingat ya Wan!". "Iya Buuunn" sahut Erwan. "Bunda kebawah dulu ya Nia, kalau Bang Erwan macam-macam bilang saja sama Bunda ya". "Iya Bun" Vania menganggukan kepalanya. Bu Elma turun kelantai bawah. Erwan kembali menutup dan mengunci pintu kamar Vania. "Nia tadi mau ngadu ya sama Bunda kalau sudah Abang cium?". "Maaf..Nia lupa". "Maafnya akan Abang terima kalau Nia mau Abang cium lagi". "Iya deeh..Abang mau cium bibir apa dada Nia?". "Dua-duanya". "Iya deh..tapi maafin Nia ya Bang". "Buka dong bajunya". Vania sudah ingin melepas bajunya ketika. "Waann!" Suara Pak Yanto mengagetkan keduanya. "Ya Ayah" Erwan cepat membuka pintu kamar Vania. "Kamu ngapain dikamar Vania Wan?". "Mau sholat maghrib bareng Vania Ayah". "Ooh..Ayah cuma mau mengingatkan pajak STNK mobilmu sepertinya sudah waktunya dibayar Wan". "Ooh iya..besok akan Aku bayar Yah". "Besok pagi ambil uangnya sama Ayah ya". "Ya Ayah". Begitu Ayahnya turun kebawah, Erwan langsung menutup dan mengunci lagi kamar Vania. "Nia" panggilnya saat Vania tidak terlihat diruangan kamarnya. "Nia". "Nia dikamar mandi Bang". "Ngapain". "Enghh..anu..bisa minta tolong nggak Bang?". "Minta tolong apa?". "Nia datang bulan, tapi nggak punya pembalut bisa nggak mintakan sama Bunda mungkin Bunda punya" sahut Nia yang menongolkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi. "Apa pembalut?". "Iya..tolongin Nia ya Bang" suara Nia terdengar penuh permohonan. "Iya deh Abang tolongin, tapi nggak gratis ya". "Eeh..maksudnya Nia harus bayar pembalutnya". "Bukan bayar pembalutnya, tapi bayar jasa ngambilin pembalutnya". "Iya..iya nanti Nia bayar..cepetan Baaang" rengek Vania. Erwan cepat turun kebawah memintakan pembalut kepada Bundanya. -- Vania tidak bisa ikut kerumah sakit karena sakit perut. Erwanpun tidak jadi ikut karena harus menemani Vania. Vania meringkuk diatas tempat tidurnya, disaat seperti ini biasanya Ibunya dengan telaten meletakan air hangat dalam botol diatas perutnya. "Sakiit Baang..hiks..hikss...Nia ingin pulang...hiks..hikss..Nia kangen Ibu..hiks..hiks.." isaknya dengan air mata berlinang dikedua pipinya. Erwan memeluknya dari balik punggung Vania. Tangannya yang sudah diberi minyak kayu putih mengusap-usap perut Vania. "Cuupp..cuupp..kan ada Abang..Nia tidak boleh bergantung sama Ibu lagi, Nia kan sudah punya suami sekarang. "Huuuhuuu...Nia kangen Ibu" Vania memutar tubuhnya menghadap Erwan. Erwan menghapus air mata dipipi Vania. "Jangan nangis lagi ya Sayang, nanti sakitnya pasti hilang kan tadi sudah dikasih Bunda minuman penghilang nyeri saat datang bulan" bujuk Erwan. "Tapi masih sakit Baang". "Iya Abang tahu makanya ini Abang usap-usap pakai minyak kayu putih". Vania memejamkan matanya berusaha menahan rasa tidak enak diperutnya. "Nia". Tidak ada sahutan. "Nia". Masih tidak ada sahutan. Erwan menjauhkan tubuhnya agar bisa melihat wajah Vania. Hhhh Dia tertidur tanpa membayar upah mengambil pembalut padaku..gerutu Erwan dalam hatinya. Direngkuhnya tubuh Vania kedalam dekapannya. "Aku mencintaimu Vania" Erwan mengecup kening Vania penuh cinta. ***BERSAMBUNG***

Sabtu, 26 November 2016

JUAL NOVEL VERSI PDF


Haayyy..

Saya menjual novel-novel karya saya yang publish di WATTPAD dalam bentuk PDF.
Sudah tersedia 6 judul yang siap dijual.
Semua bergenre Roman dengan label dewasa alias 18+.

-OM BULE SUAMIKU
-BUKAN ISTRI PILIHAN
-KAWIN PAKSA
-SAFIRA DAN SAFIQ
-ISTRIKU BUKAN KEKASIHKU
-AKULAH CINTAMU

Harga Rp 40.000/ judul, tapi untuk pembelian 3 judul sekaligus hanya Rp 100.000 saja.
Pemesanan bisa via email annisalaila74@gmail.com atau SMS 081254743423 (hanya melayani SMS).

Terimakasih
RustinaZahra

Senin, 21 November 2016

KECIL-KECIL NIKAH PART. 5

PART.5 I LOVE YOU Vania sudah rapi dengan seragam sekolahnya, Ia keluar dari kamarnya berbarengan dengan Erwan yang juga baru keluar dari kamarnya. "Abang kuliah hari ini?". "Enggak..Abang diminta Bunda buat nganterin Nia kesekolah". "Ooh.." Vania ingin melangkah lebih dulu, tapi Erwan menahan tangannya. "Ada apa?" Tanyanya. Cup. Ervan mengecup pipi Vania sekilas. Mata Vania melotot gusar. "Abaang" sengitnya sambil memukul lengan Erwan. "Cuma cium sebentar kok" sahut Erwan. Vania memanyunkan bibirnya. "Kalau manyun begitu Abang cium lagi nih". "Enghh nggak mau" rajuk Vania. "Kalau enggak mau senyum dong" Ervan mengusap bibir Vania dengan jarinya. Terpaksa Vania mengukir senyum dibibirnya. "Naah gitu dong kan cantik jadinya". Cup Erwan mengecup sekali lagi pipi Vania. "Iih kok dicium lagi" Vania memukul lengan Erwan lagi. "Habisnya Nia cantik siih" puji Erwan melambungkan hati Vania. "Ayo turun" Erwan menggandeng lengan Vania untuk turun kebawah. "Eeh mana ponselmu, biar Abang tahu nomermu". Vania mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya. Erwan mengernyitkan alisnya melihat ponsel yang diserahkan Vania ketangannya. "Ini ponsel yang baru dibelikan Bunda?" Tanyanya dengan tatapan tidak percaya . Tapi dimasukannya juga nomer kontaknya diponsel Vania dan nomer kontak Vania diponselnya. "Heengh" Vania menganggukan kepalanya. Mereka sampai dibawah. "Bunda kenapa Nia dibelikan ponsel jadul begini sih, inikan cuma bisa buat telpon sama sms an" kata Erwan sambil mengacungkan ponsel ditangannya. "Bukan cuma bisa buat sms sama telpon, tapi bisa buat mainan ular-ularan juga kok Bang" sahut Vania. "Kamu harus tahu Wan, Buat beliin ponsel Vania saja Bunda harus meyakinkan Ibu nya Nia dulu, kalau Nia memang sangat butuh ponsel itu untuk komunikasi kita dengan Dia" jawab Bu Elma. "Kamu belum pernah punya ponsel Nia?" Tanya Erwan, Vania menggelengkan kepalanya. Hhhh...pantas saja polosnya minta ampun...ternyata benar-benar suci murni tanpa tambahan apapun...batin Erwan. "Ayo sarapan dulu" Bu Elma dan Bibik sudah selesai menyiapkan sarapan untuk mereka. Saat sarapan terjadi percakapan ringan diantara mereka berempat. Bu Elma kembali mengulangi pesan yang diucapkannya kepada Vania. Vania menganggukan kepalanya sebagai tanda Ia akan mematuhi pesan Ibu mertuanya. -- Erwan memarkir mobilnya didepan gerbang sekolah Vania, sekolah ini juga sekolahnya dan baru tahun ini Erwan lulus. "Sudah sampai..ayo turun". "Nia takut Bang". "Takut??". "Heenghh" Vania mengangguk dengan wajah cemas. "Nia tidak usah takut, bulatkan tekad kalau Nia ada disini untuk masa depan Nia oke!" Erwan menggenggam tangan Vania erat. "Tapi Nia nggak punya teman disini Bang". "Bukan tidak punya, tapi belum punya, cewek semanis Nia, sebaik Nia pasti bisa cepat punya teman, asal Nia mau menyapa dan memperkenalkan diri lebih dulu, tapi ingat pesan Bunda tadi ya, hati-hati memilih Teman" sahut Erwan. "Heenghh" Vania menganggukan kepalanya. "Sekarang turun ya..sudah hampir waktunya masuk" bujuk Erwan. "Heengh" Vania meraih tangan Erwan lalu diciumnya punggung tangan Erwan. Erwan membalas dengan mengecup pipi Vania. "Abaaang..kalau ada yang lihat kan malu" rungut Vania dengan wajah cemberut. "Enggak ada yang lihat kecuali yang diatas". "Haahh... diatas ada siapa?" Seru Vania panik sambil mendongakan kepalanya keatas. Erwan langsung tergelak mendengar pertanyaan dan sikap polos istri imutnya. "Maksud Abang yang diatas itu Allah sayaaaang" Erwan menyubit kedua pipi Vania dengan gemas. "Sakiit Baang...Abang sih tadi bilangnya yang diatas, Nia pikir diatas mobil hehehe". "Sudah turun sana, belajar yang rajin dan ingat jangan terlalu dekat sama cowok karena Nia istri Abang oke". "Heengh eeh Abang nggak pengen turun juga, inikan pernah jadi sekolah Abang" tanya Vania. Erwan menggelengkan kepalanya. "Abang masih ada yang harus dikerjakan, kalau waktunya Nia pulang, nanti telpon Abang ya, biar Abang jemput kamu". "Iya..Assalamuallaikum Bang". "Walaikumsalam". Vania turun dari mobil dan melangkah dengan ragu untuk melewati pintu gerbang sekolahnya. "Hayy" seorang cewek mensejajari langkahnya. "Hay juga" sahut Vania. "Murid baru juga ya?" Tanya cewek yang tubuhnya lebih tinggi dan lebih besar sedikit dari Vania. "Iya". "Kenalkan namaku Ami" cewek itu menyodorkan tangannya pada Vania. "Vania panggil saja Nia" Vania menyambut uluran tangannya. "Semoga kita ditempatkan disatu kelas ya Nia". "Iya" sahut Vania yang merasa senang karena langsung mendapatkan teman baru disekolahnya. Bukan cuma Ami teman yang mulai dekat dengannya, tapi juga ada Kiki dan Yani. Mereka ditempatkan dalam satu kelas dan duduk saling berdekatan. -- Vania sudah duduk dimobil bersama Erwan yang menjemputnya. Tiga teman barunya sudah pulang lebih dulu. "Gimana hari pertama sekolahmu Sayang?". "Nia sudah punya tiga teman dekat Bang" jawab Vania riang. "Oh ya..cewek an?" Tanya Erwan menyelidik. "Iya dong cewek masa cowok sih, namanya Ami, Kiki dan Yani, kita satu kelas duduknya juga dekatan Bang" Erwan tersenyum melihat cara bicara Vania yang sangat kekanakan. "Nia mau langsung pulang atau makan siang dulu?" Tanya Erwan. "Langsung pulang atau makan siang dulu?" Tanya Vania bingung. Erwan mengangguk. "Kita kan makan siangnya dirumah, berarti ya harus pulang dulu dong Bang". "Kita makan siangnya diluar saja, Ayah sama Bunda tadi mendadak pergi ke Bandung, Tante Yanti kakaknya Ayah sakit". "Ooh..Ayah Bunda nginep di Bandung Bang?". "Belum tahu mungkin ya mungkin juga tidak, melihat kondisi Tante Yanti dulu". "Ooh begitu ya, jadi kita cuma berduaan dirumah Bang, tadi pagi kan si Bibik dan suaminya si Mamang ijin pulang tiga hari". "Iya..kita cuma berdua, tapi ada Pak Satpam kok". "Ooh iya ya hehehe". "Nia ingin makan siangnya apa Sayang?". "Nia ingin..." Vania terdiam matanya berkaca-kaca lalu terdengar isakannya. Erwan menghentikan mobilnya ditepi jalan saat melihat Vania menangis. "Kenapa Nia menangis?" Erwan meraih bahu Vania. "Nia kangen Ibu...kangen masakan Ibu...hiks...hiks.." jawab Vania sambil terisak. "Sstt..cup..cup..Nia kangen masakan Ibu, masakan apa..biar kita cari rumah makan yang menyediakan masakan yang seperti dimasak Ibu ya" bujuk Erwan sambil menghapus air mata dipipi Vania. Vania menggelengkan kepalanya. "Kita pulang sekarang saja Bang". "Kok pulang kita kan mau makan siang dulu". "Kita masak sendiri aja makan siangnya". "Memangnya Nia bisa masak?". "Bisa" sahut Vania sembari menganggukan kepalanya. "Ya sudah kita langsung pulang sekarang" Erwan kembali menyalakan mobilnya. Tiba dirumah Vania langsung mengganti baju seragamnya didalam kamar tidurnya, baru Ia menuju dapur. Erwan sendiri sudah menunggunya didalam dapur. Vania membuka kulkas untuk melihat apa yang ada didalam kulkas yang bisa dimasaknya. "Cuma ada ayam ungkep sama kangkung, tomat dan cabe Bang" Vania mengeluarkan apa yang disebutkannya dari dalam kulkas. "Mau dimasak apa?". "Ayam goreng sama tumis kangkung". "Abang bantu ya". "Heengh". Vania memanaskan penggorengan dan mulai menggoreng ayam. "Abang tungguin ayam gorengnya, Nia nyiapin bumbu tumisannya, Abang suka pedas nggak?". "Iya Abang suka pedas". Erwan memperhatikan Vania yang mengupas bawang dan kemudian menguleknya bersama cabe plus terasi. Vania mulai menumis bumbu yang aromanya bikin Erwan bersin karena banyaknya cabe yang ada didalam bumbu tumisan. Erwan selesai menggoreng ayam, Vania juga selesai menumis kangkungnya. "Makan siang sudah siap" kata Vania yang baru selesai menata meja makan dibantu Erwan. Vania mengambil piring Erwan untuk diisi nasi didalam rice cooker yang sudah dimasak Bibik tadi pagi. "Lagi?". "Cukup". "Sayurnya segini?". "Heehm". "Minumnya apa Bang, air putih saja atau mau yang lain?". "Air es aja". Vania mengambil sebotol air es dari kulkas dan menuangkannya kegelas dihadapan Erwan. "Habis makan kita sholat dzuhur bareng ya Bang". "Heehmm" Erwan hanya menjawab dengan mengangguk karena mulutnya penuh makanan. "Enak Bang tumisnya?". "Emmm" Erwan mengangkat satu jempolnya tanda Ia memuji masakan Vania. Vania tersenyum bahagia karena mendapat pujian dari Erwan. Vania dengan dibantu Erwan membereskan bekas makan mereka. Saat Vania mencuci piring Erwan tidak bisa menahan keinginannya untuk memeluk Vania dari belakang. Ia sering melihat adegan seperti itu difilm-film yang ditontonnya. "Nia" Erwan melingkarkan tangannya diperut Vania. Bibirnya mengecup leher Vania lembut. "Iih Abang..Nia lagi cuci piring Bang" protes Vania. "Abang cuma ingin meluk kamu kok, sama ingin mengelus dada dan perutmu" satu tangan Erwan meremas dada Vania yang satu lagi mengelus perut Vania. "Engghhh Abaang" Nia menggedikan bahunya karena merasa merinding saat Ervan mengecupi ringan lehernya. Vania selesai mencuci piring, Erwan memutar tubuh Vania agar menghadap kearahnya. Erwan mengangkat dagu Vania agar wajahnya mendongak kearahnya. Bibir Erwan cepat melumat bibir Vania. Tangan Erwan menuntun tangan Vania agar melingkari lehernya. Erwan meraih pinggang Vania, diangkatnya Vania dan didudukannya diatas meja dapur. "Bang kalau sering ciuman nanti anak kita kembar berapa ya Bang?" Tanya Vania dengan lugunya. Erwan tersenyum mendengar pertanyaan Vania. "Sayang.... meskipun kita ciuman sejuta kali, anak kita didalam perutmu tidak akan sampai sejuta kok". "Owhh begitu ya". "Hmmm". Ciuman Erwan turun keleher Vania. "Abaang sholat dzuhur dulu baru ciuman lagi" kata Vania lirih membuat Erwan melepaskan ciumannya dileher Vania. "Owhh..iya..ayo kita sholat bareng" Erwan menurunkan Vania dari atas meja. "Heumm..tapi Nia mau mandi sebentar ya Bang". "Iya..Abang juga mau mandi dulu" sahut Erwan. -- Selesai sholat dzuhur bareng dikamar Vania. "Boleh pinjam paha Abang nggak?" Tanya Vania setelah melepas mukenanya. "Buat apa?". "Biasanya habis sholat Nia suka tiduran diatas pangkuan Bapak" jawab Vania. "Nia ingin tidur dipangkuan Abang?". "Heengh..Abangkan sudah janji mau gantiin pangkuan Bapak dengan pangkuan Abang". "Sini" Erwan menarik lengan Vania lembut, Vania beringsut dan duduk miring dipangkuan Erwan. "Tidurlah" Erwan mengelus punggung Vania pelan. "Eeh Nia lupa". "Lupa apa?". "Tadikan waktu didapur ciuman kita belum selesai, Abang masih ingin cium Nia lagi?". Ya Allah... Istriku ini benar-benar lugu, polos... Tidak tega rasanya kalau Dia terus-terusan Aku modusin, Aku bohongin, tapi....hhhh "Bang..kok malah melamun, kalau Abang nggak ingin cium Nia lagi, Nia mau tidur aja" Vania merebahkan kepalanya dibahu Ervan. Ervan mengangkatnya dan merebahkannya diatas ranjang. "Enghh...Nia mau tidur dipangkuan Abaang". "Tidurnya dipeluk Abang saja ya, Abang juga mengantuk Sayang" Erwan meletakan kepala Vania diatas lengannya setelah Ia ikut berbaring disisi Vania tanpa melepas baju koko dan sarungnya. "Lepas dulu baju Abang". "Ehhh". "Masa tidur pakai baju koko sih, kan buat sholat Bang". "Oh iya..sebentar ya" Erwan bangun dari rebahnya untuk melepaskan baju koko dan sarungnya. Erwan hanya menyisakan celana pendek ditubuhnya. Erwan kembali berbaring seperti tadi. "Dada dan perut Abang berotot sama seperti Kang Timo yang kerja disawah Bapak" kata Vania sambil terkikik saat jemarinya menyentuh dada dan perut Erwan. Ya ampun Nia masa cowok seganteng Aku disamain dengan Kang Timo yang kulitnya hitam sih hhhh. Tangan Erwan menahan tangan Vania yang merayapi dada dan perutnya. Mending kalau merayapinya bikin berdebar ini merayapinya bikin geli. "Katanya tadi ngantuk". "Heengh". "Ayo tidur". "Heengh...Abang beneran nggak mau cium Nia lagi sebelum tidur". "Nia pengen Abang cium?". "Heengh" Vania menganggukan kepalanya membuat Erwan tertegun sesaat. "Abang boleh cium dada Nia juga nggak?". Vania diam sesaat, kemudian menganggukan kepalanya. "Baju Nia kita lepas dulu ya". "Heengh" Vania membiarkan Erwan melepas baju dan branya, menyisakan celana pendek tetap melekat ditubuh Vania. Bibir Erwan memgulum bibir Vania lembut, lalu ciumannya turun kebahu lanjut kebuah dada Vania. "Abaang". "Ehmm". "Nia ngantuk Bang". Erwan melepaskan ciumannya, lalu mendekap tubuh Vania. "Tidurlah Sayang, Abang juga mengantuk" Erwan merapatkan dada Vania agar menempel ditubuhnya. Tidak berapa lama kantuk membuat keduanya tertidur dengan lelapnya. -- Erwan terbangun dan mendapati Vania tidak ada lagi didalam dekapannya. Erwan segera mencarinya, tapi tidak menemukan Nia dilantai atas. Erwan mencarinya dilantai bawah dan menemukan Vania tengah ada didalam kolam renang. Mata Erwan terbelalak saat melihat Vania mengenakan sarung didalam kolam renang seakan Dia tengah mandi disungai saja. Erwan segera menceburkan diri kedalam kolam renang setelah melepaskan celana pendeknya dan hanya menyisakan celana dalamnya saja. "Iih Abaaang" seru Vania riang. "Nia kok tidak nembangunkan Abang?". "Abang tidurnya lelap banget Nia nggak tega buat bangunin Abang". "Nia kenapa berenangnya pakai sarung?". "Nia kalau mandi disungai ya pakai sarung begini". "Hhh ini kolam renang Nia bukan sungai". "Iya Nia tahu, tapi kan Nia bingung mau berenang pakai apa". "Ya sudah sekarang lepas saja sarungnya" Tanpa diduga oleh Vania sebelumnya, Erwan menyelam dan menarik sarung yang menutupi dada Vania lewat bawah kakinya. Erwan menggulung sarung itu dan melemparkannya kepinggir kolam. "Abaang..Aku jadi telanjang" protes Vania yang hanya tinggal memakai celana dalamnya saja, persis seperti saat mereka tidur tadi. Ervan memepet tubuh Vania ketepi, disandarkannya tubuh Vania kedinding kolam. Dilumatnya bibir Vania dan diremasnya dada Vania. "Niaaa" bibir Erwan memberi tanda merah didada Vania. "Enghh Abang..dingin Baang" Erwan membawa Vania naik dari kolam renang. Dibopongnya Vania dan didudukannya diatas kursi panjang dibawah payung besar. Erwan berlutut dihadapan Vania dengan bibir sibuk mengisap ujung buah dada Vania, sementara tangannya mengelus perut Vania lembut. "Enghh geli Baang". "Ehmm geli?". "Heenghh". Bibir Erwan meraih bibir Vania. "I love you Vania" bisiknya ditelinga Vania. "kata ibu Nia masih kecil belum boleh i love you i love you an Bang". Erwan tersenyum. "Karena Abang sudah jadi suami Nia, Nia harus i love you juga sama Abang". "Oh iya..ya..Nia lupa hehehe". Tiitttt... Suara klakson mobil dari depan mengagetkan mereka berdua. "Ayah Bunda" kata Erwan panik. "Aduuh gimana Bang?". "Ayo cepat kita kekamar" Erwan meraih sarung Vania yang tadi dilemparkannya, digulungnya sarung basah itu didalam celana pendeknya yang tadi Ia lepaskan sebelum masuk kedalam kolam renang. Mereka berdua berlarian nenaiki tangga dengan hanya memakai celana dalam saja. Untungnya tubuh mereka sudah mulai kering karena sudah cukup lama keluar dari dalam kolam renang. Vania berlari sambil menyilangkan tangan didadanya untuk menahan buah dadanya agar tidak bergoyang saat Ia berlari. Sedang Erwan berlari sambil memegangi sarung Vania dan celana pendeknya. Erwan tersenyum melihat keadaan mereka berdua. Mungkin begini barangkali pasangan mesum yang terkena razia di penginapan-penginapan...hhhh... batin Erwan. ***BERSAMBUNG***

Rabu, 16 November 2016

KECIL-KECIL NIKAH PART.4

PART.4 (ASI) Beberapa hari terakhir ini Erwan dan Vania sibuk untuk mempersiapkan urusan kuliah dan sekolah mereka. Besok hari pertama Vania masuk sekolah. Bu Elma menemui Vania dikamarnya.Vania duduk bersila diatas ranjang sementara Bu Elma duduk ditepi ranjang. "Bunda berharap Nia betah tinggal dan sekolah disini, kalau ada apa-apa Nia jangan sungkan bicara langsung sama Ayah atau Bunda ya, Ayah Bunda sekarang sudah jadi orang tua Nia" Bu Elma mengusap kepala Nia dengan rasa sayang. "Iya Bun" Vania menganggukan kepalanya. "Disekolah Nia harus pinter memilih teman ya Sayang, jangan sampai salah pilih teman". "Tapi kata Bapak kita tidak boleh pilih-pilih teman Bunda, mau kaya mau miskin mau cantik mau jelek sama saja". "Bapak Nia benar, maksud Bunda pilih-pilih teman itu bukan soal kaya miskin cantik jelek, tapi soal sikap dan perilakunya baik atau tidak". "Kata Bapak berteman dengan orang baik itu bagus, dan orang yang sikapnya buruk jangan dijauhi tapi harus dirangkul dan didekati agar kita bisa mengajaknya menjadi orang baik, kata Bapak sikap buruk itu bisa terjadi karena banyak hal, mungkin karena Dia kecewa atau sakit hati, jadi mereka tidak boleh dimusuhi tapi harus diberi perhatian dan kasih sayang" kata Vania panjang dan lebar membuat Bu Elma terkesima dengan penjelasan Vania barusan. "Bapak Nia benar tapi ini Jakarta Sayang bukan desa, dan pastinya dikota besar penyebab dari sikap buruk seseorang lebih beragam dan itu membuat tingkah buruk mereka jadi lebih beragam pula caranya, Bunda hanya takut kepolosan dan keluguanmu membuat Nia jadi mudah terpengaruh pergaulan yang tidak baik". Vania menggaruk kepalanya karena tidak memahami apa yang disampaikan Bu Elma. "Nia nggak ngerti Bun". Bu Elma tersenyum dan diam sesaat untuk mencari kalimat yang lebih gampang dicerna Vania. "Maksud Bunda...Nia harus menghindari teman yang bisa membuat Nia jadi bersikap buruk, disini sulit untuk mengajak orang menjadi baik yang ada orang baik lah yang bakal terpengaruh untuk ikut bersikap buruk..Nia sudah paham maksud Bunda?". "Owhh..jadi Nia jangan berteman dengan orang yang sikapnya buruk, biar Nia tidak terseret ikut seperti mereka..begitu ya Bun, tapi kata Bapak kalau iman kita kuat InshaAllah kita tidak akan terpengaruh". Bu Elma terdiam lagi, Ia jadi bingung bagaimana harus memberi pengertian kepada Vania akan kekhawatirannya, karena sepertinya apa yang ditanamkan orang tua Nia sudah berurat dan berakar didalam benak Vania. "Ya..ya..baiklah Nia, Bunda cuma berpesan sama Nia, belajar yang rajin dan jangan sampai terpengaruh pergaulan yang buruk ya, dan Bunda percaya Nia pasti bisa membuat bangga orang tua Nia juga Ayah Bunda, Bunda kebawah dulu ya, perlengkapan untuk sekolah besok sudah siapkan?" Bu Elma berdiri dari duduknya. "Sudah Bunda". "Oh ya..satu lagi, kalau Nia ada didalam kamar kunci pintunya ya, jangan ijinkan Bang Erwan masuk kesini..oke". Vania menganggukan kepalanya. "Ya Bunda". Cup Bu Elma mengecup kening Vania. "Selamat tidur Nia". "Selamat tidur juga Bunda". Vania masih berdiri diambang pintu kamarnya, menunggu Bu Elma hilang dari pandangannya ketika tiba-tiba Erwan mendorongnya masuk lalu mengunci pintu kamar Vania. "Iiih Abang mau apa? Kata Bunda Abang nggak boleh masuk kamar Nia" Vania memukul lengan Erwan yang ada dibahunya. "Bunda kan tidak tahu kalau Kamu hamil, jadi tidak tahu kalau kita harus sering ciuman biar anak kita sempurna". "Tapi perut Nia kok nggak besar-besar ya Bang". "Perut Nia nanti pasti tambah besar". "Kalau perut Nia besar, gimana sekolah Nia nanti Bang". "Abangkan sudah bilang kalau Nia masih bisa sekolah walaupun hamil, tapi Nia jangan bilang-bilang sama siapapun ya, kalau Nia dan Abang sudah ciuman". "Heengh" Vania menganggukan kepalanya. "Sekarang Nia harus tahu tahap berikutnya". "Tahap berikutnya apa Bang?". Erwan duduk ditepi ranjang lalu menepuk pahanya. "Sini duduk dipangkuan Abang". "Buat apa?". "Nanti Abang jelaskan".Erwan menarik lengan Vania hingga Vania terduduk miring diatas pangkuannya. Begitu pantatnya jatuh diatas pangkuan Erwan tiba-tiba saja Vania menangis membuat Erwan kebingunan. "Nia kenapa menangis". "Huuuhuuu...Nia ingat Bapak". "Ingat Bapak?". "Iya..hiks...hiks". "Nia kan bisa telpon kalau kangen". "Nia sudah telpon tadi siang pakai hp yang baru dibeliin Bunda, tapi Nia kangen dipangku Bapak Bang hiks...hikss". "Anggap saja sekarang Nia lagi dipangku Bapak ya" Erwan mengusap kelapa Vania yang jatuh dibahunya. "Huuuhuuu...Bapaakk" Vania menangis terisak. "Sudah cup..cup..sekarang Nia tidur saja ya, besok harus sekolahkan?". "Tapi Nia masih ingin dipangku hiks...hiks...Nia kangen tidur dipangkuan Bapak hiks...hiks". "Ya sudah...Nia boleh tidur dipangkuan Abang malam ini" sahut Erwan dibelainya lembut punggung Vania. Vania melingkarkan satu lengannya dileher Erwan, tangan yang satunya mengait dibawah ketiak Erwan. Suara isakannya masih terdengar, terkadang Ia menggesekan wajahnya kekaos yang dipakai Erwan untuk menghapus air mata nya. "Cup..cup....sudah dong nangisnya kan sudah Abang pangku" bujuk Erwan. "Enghhh" Vania menggumam pelan, kepalanya menyusup kelekukan leher Erwan, hembusan nafas Vania membuat Erwan merinding. Erwan masih mengusap punggung Vania pelan tapi kali ini usapan itu langsung mengenai kulit Vania. Kaitan bra Vania sangat menggoda jemarinya untuk membukanya. Jujur saja sejak masuk SMA Ia sudah sering menggerayangi tubuh pacar-pacarnya, tapi hanya sampai menggerayangi dan mengecup saja. Belum sampai pada tahap belah durennya. Dengan sangat perlahan Erwan mengangkat tubuh kecil Vania dan membaringkannya diatas ranjang. Dengan perlahan juga dinaikannya atasan dan bra Vania sampai melewati dadanya. Sehingga terlihat dengan jelas buah dada Vania yang putih, tidak terlalu besar tapi terlihat padat berisi. "Enghhh Abang mau apa?" Mata Vania terbuka dengan malas.Erwan meraba dada Vania pelan. Plakkk.. Vania bangun dari rebahnya, tangannya memukul tangan Erwan yang meraba dadanya. "Jangan dipegang" Vania cepat membereskan pakaiannya. Keduanya duduk bersila berhadapan diatas ranjang. "Kenapa?". "Kata Ibu kalau dada cewek kesenggol cowok nanti bisa jadi besar seperti kelapa...hiiiyyy..." Vania bergidik membayangkan buah dadanya sebesar dan seberat kelapa. Hampir saja tawa Erwan meledak, tapi Ia menahan tawanya demi misinya. "Justru karena itu Abang pegang dada Nia". "Eeh..maksud Abang?" Vania mengernyitkan dahinya tidak mengerti maksud Erwan. "Maksud Abang...Nia kan hamil nih.." Erwan menyentuh perut Vania. "Ehmm terus". "Kalau hamil berarti nanti melahirkan..iya kan". "Heeng" Vania menganggukan kepalanya. "Nah kalau anak kita lahir otomatis Nia harus menyusui kan?". "Heeum". "Kalau dada Nia masih kecil begini mana bisa Nia menyusui anak kita, pasti asinya sedikit iya kan? Kalau asinya sedikit anak kita nanti tidak kenyang pasti nangis terus, kalau nangis terus bisa sakit...iya kan?" Rayu Erwan dengan penjelasannya yang bagi Nia sangat masuk akal. "Iya..terus bagaimana?". "Karena itu Abang pegang-pegang dada Nia, biar dada Nia jadi besar dan nanti asinya bisa muat banyak". "Ehmm begitu ya Bang?". "Coba lihat gelas sama botol banyak mana muat airnya?" Erwan menunjuk kearah botol besar berisi air mineral dan gelas yang ada diatas meja didekat pintu kamar mandi. "Botol kan botol lebih besar" jawab Nia polos. "Nah begitu juga dadanya Nia, kalau kecil asinya pasti sedikit kalau besarkan muatnya pasti jadi banyak..iya kan?". Nia menganggukan kepalanya. "Abang pinter ya, kok bisa tahu hal yang seperti itu, padahal Abang kan cowok". "Abangkan ingin jadi Ayah yang baik untuk anak kita, jadi Abang harus tahu hal-hal yang seperti itu". "Owhh begitu ya" Vania manggut-manggut. "Nia ingin jadi Ibu yang baik juga kan?". "Heumm". "Kalau begitu ijinkan Abang pegang dan cium dada Nia ya...demi anak kita" nada suaranya dibuat seperti penuh permohonan oleh Erwan. wajahnya dibuat sememelas mungkin. "Mau ya sayang" rayu Erwan. "Enghhh...heum" Vania akhirnya mengangguk juga. Erwan bersorak didalam hatinya. Matanya langsung berbinar cemerlang. "Sekarang kita lepas baju Nia dulu ya" Erwan menggapai ujung atasan yang dipakai Nia. Nia mengangkat kedua tangannya untuk memberikan jalan agar Erwan bisa melepaskan bajunya. "Kulit Nia putih banget" puji Erwan sambil menyentuh dada Vania. Pujian Erwan membuat pipi Nia memerah. "Sekarang lepas branya ya". "Ehmm" Vania mengangguk dan membiarkan Erwan melepaskan branya dan menjatuhkan bra itu kelantai tepat diatas bajunya tadi. Nia menyilangkan kedua tangannya didada saat menyadari tatapan Erwan yang tidak mau lepas dari dadanya. "Jangan ditutupin Sayang" Erwan melepaskan tangan Vania dan didorongnya tubuh Vania agar jatuh kekasur. Kedua jemari tangan Erwan bertautan dengan kedua jemari tangan Vania. Sedang wajah Erwan sudah berada diatas dada Vania. Bibir Erwan mengecup bukit kecil didada Vania, lidahnya mempermainkan ujung buah dada Vania. Erwan bisa merasakan tubuh Vania yang bergetar. "Kenapa sayang?". "Badan Nia berasa meriang Bang". "Itu tandanya dada Nia sedang bereaksi, kalau kita sering begini maka dada Nia akan semakin cepat besarnya". "Enghh begitu ya". "Iya sayang...jadi rasakan saja ya". "Heum" kepala Nia mengangguk. Erwan kembali dengan aksinya mengecupi dan mencumbui buah dada Nia. Mulut Nia mendesah pelan. "Uuuhhh...Baang". "Ehmm". "Nia mau pipis sebentar ya". "Pipis". "Iya...celana Nia sudah basah.." Bibir Erwan tersenyum senang. "Coba Abang lihat ya" Erwan ingin menurunkan celana Vania, tapi Vania menahan tangan Erwan. "kenapa?". "Dosa". "Dosa?". "Kata Ibu punya Nia yang didalam celana nggak boleh kelihatan apa lagi dipegang cowok karena dosa, Nia enggak mau berdosa terus dibakar api neraka...hiiiyyy...panass" Tubuh Vania bergidik ngeri. Lagi Erwan harus menahan tawanya. "Nia...Abang ini suami Nia, kita sudah menikah jadi tidak dosa kalau Abang melihat atau memegang bagian manapun dari tubuh Nia". Plaaakk. Vania memukul jidatnya. "Iya Abang benar, kata Ibu cuma suami Nia yang boleh melihat dan pegang-pegang badan Nia...Abangkan suami Nia ya hehehehe" Nia tertawa dengan mimik lucu. "Jadi...". "Waaann" kalimat Erwan terpotong karena mendengar panggilan Bundanya. "Bunda...tadi Bunda bilang Abang nggak boleh masuk kamar Nia...gimana dong Bang" Vania segera memungut baju dan branya dan mengenakannya dengan sangat cepat. "Aduuh untung tadi pintu kamar Abang kunci" Erwan meraba kunci pintu kamarnya disaku celananya. "Terus bagaimana Bang?". "Abang keluar lewat teras saja, terus lompat keteras kamar Abang" Erwan menuju pintu teras kamar Vania. Vania melihat jarak yang cukup jauh antara teras kamarnya dan kamar Erwan. "Kalau Abang jatuh bagaimana?" Mata Nia sampai berkaca-kaca saking cemasnya. Erwan tidak menyahut tapi Ia langsung menaiki pagar pembatas teras kamar Nia, dan berusaha menggapai pagar teras kamarnya. "Hufff..huuhhh.." Erwan sudah berada diteras kamarnya. Mereka berdua bernafas lega. "Selamat tidur Nia" Erwan memberikan kiss bye nya untuk Vania membuat Vania tersipu malu. Setelah Vania masuk kedalam kamarnya. Erwan juga masuk kedalam kamarnya. Saat Erwan membuka pintu kamarnya, Bundanya sudah ada didekat tangga. "Ada apa Bun?" Tanya Erwan mendekati Bundanya. "Kamu dipanggil-panggil dari tadi...". "Maaf Bun...perutku mules jadi tadi waktu Bunda panggil Aku ada dikamar mandi". "Mules??". "Iya..tapi sekarang enggak lagi kok, ehmm ada apa Bunda nyariin Aku?". "Bunda cuma mau minta tolong sama Kamu buat anterin Vania besok kesekolah, Kamu belum mulai masuk kuliahkan?". "Belum Bun". "Jadi bisakan besok ngantar Vania kesekolah". "Bisa Bun". "Ya sudah kalau begitu..terimakasih ya..sekarang tidurlah, Vania juga sepertinya sudah tidur ya". "Iya Bun" Erwan menganggukan kepalanya. Bu Elma melangkah menuruni tangga sedang Erwan mencoba membuka pintu kamar Vania tapi terkunci. "Nia..Nia" panggilnya tapi tidak ada sahutan. Hhhh pasti Dia sudah tidur ....gagal lagi karena Bunda...sabaar Erwan..Vania tidak akan kemana-mana..Dia akan ada disini..dan masih banyak waktu untuk bersamanya...bahkan mungkin Kau akan bersamanya untuk seumur hidupmu....batinnya. ***BERSAMBUNG***

KECIL-KECIL NIKAH PART.3

-- "Apa!!?? Kamu minta dinikahkan sekarang?" Tanya Pak Yanto setengah berteriak tepat dihadapan Erwan. "Iya" Erwan menganggukan kepalanya tanpa rasa bersalah sedikitpun akan permintaannya. "Mana bisa begitu Wan...kalian masih terlalu muda, kamu baru 18 sedang Vania 15, jangan aneh-aneh deh Wan" kali ini Bu Elma yang berbicara. "Ini tidak aneh Bun, nikah sekarang atau nanti kan sama saja, lagi pula kalau nanti-nanti Aku takut Vania diserobot orang Bun". "Ya Allah ...ternyata anakmu ini sudah jatuh cinta sama Vania Bun" kata Pak Yanto. "Tapi kalian masih terlalu muda, belum boleh nikah Wan". "Nikah siri juga boleh Bun, asal dinikahkan". "Tapi kalian belum siap untuk berumah tangga, Kamu masih kuliah, Vania baru masuk SMA". "Aku tahu Bun, Aku cuma mau dinikahkan bukan ingin macam-macam, Aku janji tidak akan ngapa-ngapain Vania sampai Dia cukup umur". "Hhhh..tetap tidak bisa Wan" sahut Pak Yanto. "Kalau Ayah Bunda tidak mau menikahkan Aku dengan Vania sekarang, Aku mau bunuh diri saja" ancam Erwan sambil merentak bangkit dari kursi yang didudukinya. "Apa? Kamu kemasukan setan ya Wan??" Pak Yanto ikut berdiri dari kursinya dan memandang Erwan dengan pandangan gusar. "Pokoknya Aku minta malam ini Ayah Bunda harus melamar Vania untukku titik" kata Erwan tetap keras kepala. "Ada denganmu Wan? Kenapa jadi keras kepala begini?" Tanya Bu Elma. "Aku tidak keras kepala Bunda, tapi coba Bunda pikirkan, Kami dijodohkan terus Vania tinggal bersama kita dirumah kita, apa ada jaminan selama Dia tinggal disana Dia tidak akan jatuh cinta dengan cowok lain, kalau kami cepat menikah Dia kan pasti mikir kalau mau naksir cowok lain". "Tapi tidak harus menikah juga kan Wan, kalian bisa bertunangan dulu kan" bujuk Bundanya. "Tidak mau..Aku mintanya di nikahkan bukan ditunangkan..Kalau Ayah Bunda tidak mau meluluskan permintaanku Aku mau bunuh diri saja" ancam Erwan lagi. "Bagaimana ini Ayah?" Tanya Bu Elma yang kebingungan akan permintaan Putranya. "Kita temui Pak Kades dan Bu Kades malam ini juga Bun, kita sampaikan saja apa yang diinginkan Erwan". "Bagaimana kalau ditolak?" Tanya Bu Elma kepada suaminya. "Wan..Ayah sama Bunda mau kerumah Pak Kades malam ini untuk menyampaikan keinginanmu, tapi kalau ditolak Kamu jangan marah dan patah hati ya" Pak Yanto berusaha membujuk Putranya. "Aku ikut, Aku yang nanti meyakinkan Pak Kades supaya Beliau menerima lamaranku" sahut Erwan. Kedua orang tuanya saling pandang, bingung dengan sikap Erwan yang tiba-tiba sangat ingin menikah. "Hhhh..ya sudah...tapi Kamu jangan bikin malu Ayah Bunda ya didepan Pak Kades" kata Pak Yanto. "Iya Ayah" sahut Erwan. -- Pak Hari dan Bu Tia saling pandang mendengar apa yang disampaikan Pak Yanto. Mata mereka tertuju kearah Erwanto. "Kamu benar-benar ingin cepat menikah Wan?" Tanya Pak Hari. "Iya Pak tapi nikahnya cuma mau sama Vania, Saya janji Pak tidak akan mengganggu sekolah Vania" sahut Erwan. "Tapi kenapa harus tergesa-gesa Wan, kan bisa menunggu setelah Vania lulus SMA?" Tanya Bu Tia. "Nanti atau sekarang sama saja Bu, Saya tidak akan macam-macam sama Vania Bu, Saya juga ingin Dia melanjutkan pendidikannya sampai dimana Dia mau" jawab Erwan pasti. "Tapi kalian masih terlalu muda untuk menikah Wan" Pak Hari masih berusaha melunturkan niat Erwan. "Untuk sementara nikah siri juga tidak apa-apa Pak, sampai nanti Nia cukup umur buat menikah resmi" sahut Erwan yang tetap ngotot dengan keinginannya. "Sebenarnya apa tujuanmu ingin menikahi Vania secepat ini Wan?" Tanya Pak Hari. "Karena Vania akan tinggal bersama kami di Jakarta, jadi Saya kira akan lebih mudah buat Saya untuk menjaganya jika sudah ada ikatan pasti diantara kami Pak" sahut Erwanto dengan jawaban yang terdengar bersungguh-sungguh. Orang tua Vania saling pandang mendengar jawaban Erwan yang terdengar seperti pria dewasa yang sangat bertanggung jawab. Kedua orang tua Erwan juga saling pandang karena merasa kaget dengan jawaban-jawaban yang dilontarkan Erwan atas pertanyaan Pak Kades. Pak Kades menarik nafas panjang. "Bagaimana ini To?" Tanya Pak Kades kepada Pak Yanto. "Semua terserah Pak Kades saja, kami sudah tidak bisa membujuk Erwan untuk membatalkan niatnya menikah cepat Pak" jawab Pak Yanto. "Hhhh..Aku harus tanyakan jawaban Vania dulu, beri kami waktu berpikir dan berembuk". "Baik Pak" jawab Pak Yanto. "Masih bisa sabar untuk menunggu dua hari kan Wan?" Tanya Pak Kades. "Oh..iya Pak, cuma dua hari kan ya Pak?" Tanya Erwan dengan mimik tegang. "Iya..cuma dua hari" jawab Pak Hari sambil mengukir senyum dibibirnya. -- Vania duduk dikursi yang ada didalam kamar orang tuanya. Ada kedua orang tuanya duduk dikursi dihadapannya. "Ada apa Pak Bu? Nia ada bikin salah ya?" Tanyanya dengan mata berkaca-kaca karena rasa takutnya. Ia takut orang tuanya tahu kalau Erwan sudah menciumnya. Tanpa disadarinya Vania memegangi perutnya. "Tidak Sayang, Bapak dan Ibu cuma ingin menanyakan sesuatu kepadamu" jawab Bu Tia. "Tanya apa Bu?" Hati Vania semakin cemas dan takut sehingga membuat dahi dan tangannya berkeringat. "Kamu suka tidak dengan Bang Erwan?" Tanya Pak Hari dengan suara lembut. Terbayang wajah Erwan yang menyebutnya imut mirip marmut hampir saja Vania menggelengkan kepalanya. Tapi teringat ciuman ditepi sungai membuat Vania langsung menganggukan kepalanya. "Hhhh...Nia ingin sekolah di Jakarta seperti Abang-Abang Nia kan?" Tanya Pak Hari lagi. Kepala Vania mengangguk lagi. "Kalau Nia ingin sekolah disana itu artinya Nia akan tinggal dirumah orang tua Bang Erwan, Nia mau tinggal disana?". Vania kembali mengangguk untuk menjawab pertanyaan Bapaknya. "Kalau Nia tinggal disana Bapak dan Ibu tidak bisa menjaga Nia, orang tua Bang Erwan dan Bang Erwanlah yang akan menjaga Nia". Vania mengangguk lagi mendengar perkataan Bapaknya. Ibunya merasakan ada yang aneh pada diri Vania. Vania tidak seperti biasanya yang banyak bicara dan suka protes kalau ada sesuatu yang tidak berkenan dihatinya. "Jadi begini Sayang, menurut Bang Ervan lebih mudah baginya menjagamu kalau kalian sudah....meniķah" Pak Hari mengamati raut wajah anaknya dengan seksama. Vania menganggukan kepalanya lagi membuat kedua orang tuanya merasa heran. "Nia setuju menikah dengan Bang Erwan?" Tanya Bu Tia masih tidak percaya. "Iya" jawab Vania akhirnya bersuara juga, tangannya lekat menempel diperutnya seperti takut kalau orang tuanya tahu apa yang sudah terjadi antara dirinya dengan Erwan pagi tadi. Vania bersyukur didalam hatinya karena begitu dicium perutnya tidak langsung kelihatan besar, coba kalau langsung besar hiiiyyy... "Nia benar-benar setuju dinikahkan sama Bang Erwan?" Tanya Bu Tia masih tidak yakin akan jawaban Vania. "Iya" Vania menganggukan kepalanya. Kedua orang tuanya menarik nafas panjang. Mata Pak Hari dan Bu Tia saling pandang. "Kenapa Nia mau menikah dengan Bang Erwan?" Tanya Bu Tia menyelidik kepada Putrinya. Wajah Vania memerah mengingat ciuman disungai tadi pagi. Tapi Ia tahu tidak mungkin menceritakan tentang hal itu kepada orang tuanya. Orang tuanya terutama Ibunya pasti akan sangat sedih, karena waktu Rumi ketahuan hamil saja Ibunya menangis akibat sangat kasihan pada Rumi, apa lagi kalau tahu Ia begitu. Bu Tia kembali saling pandang dengan suaminya. "Nia suka sama Bang Erwan?" Tanya Bu Tia. Vania menganggukan kepalanya dengan wajah merah padam. "Hhhhh...jadi Nia setuju menikah dengan Bang Erwan sekarang?" Bu Tia bertanya untuk lebih yakin lagi. Vania kembali menganggukan kepalanya. "Ya sudah kalau begitu sekarang Nia kembali kekamarmu ya, Bapak dan Ibu mau bicara berdua dulu" kata Pak Hari dengan suara lembut. "Iya" sahut Vania lalu cepat beranjak dari kursinya. Setelah Vania keluar dari kamar mereka. "Nia kok kelihatan beda ya Pak". "Iya Bu...apa karena Dia sedang jatuh cinta mungkin ya Bu jadi lebih banyak diam begitu". "Mungkin juga Pak". "Hhhhh". "Bagaimana jadinya ini Pak?" Tanya Bu Tia kepada suaminya. "Aku kira kita hanya bisa menikahkan mereka secara diam-diam saja, karena mereka masih dibawah umur Bu, Aku sendiri yang akan menikahkan mereka nanti, dan cukup dihadiri kelurga terdekat saja Bu". "Ibu terserah Bapak saja". "Ibu sudah siap ditinggalkan Vania?". "Sejak Heri meninggalkan kita untuk sekolah jauh dari kita waktu itu, Aku sudah belajar menyiapkan diriku untuk ditinggalkan anak-anak, Aku sadar hidup mereka tidak akan bisa jadi milik kita selamanya, mereka satu persatu akan meninggalkan kita untuk membangun hidup mereka sendiri" sahut Bu Tia dengan mata berkaca-kaca. "Ibu benar...saat hidup mereka jadi milik mereka sendiri hanya doa terbaiklah yang bisa kita berikan untuk mereka". "Iya Pak...dan kita akan kembali hidup seperti saat baru menikah dulu..hanya berdua saja" sahut Bu Tia yang pipinya sudah basah oleh air mata. Pak Hari memeluk bahu istrinya, dikecupnya kepala Bu Tia mesra. "Iya Bu...kita tinggal menunggu saat dimana Allah menjemput kita" kata Pak Hari lirih. "Semoga kita masih diberi waktu untuk bisa melihat anak-anak Nia ya Pak". "Aamiin Bu...tapi Bapak berharap Nia bisa selesai dulu sekolahnya baru punya anak". "Itu harapan Ibu juga Pak". "Hhhh...tidak disangka ya Bu, Nia kecil kita yang masih manja sudah tahu jatuh cinta". "Ehmm Bapak lupa ya, dulu waktu kita nikah Ibu juga baru 15 tahun loh". "Hehehehe..iya bener bahkan Ibu langsung hamil Heri anak sulung kita". "Ehmm jadi ingat masa lalu ya Pak". "Iya..Banyak yang sudah berubah ya Bu, tapi cinta kita masih tetap sama iya kan?". "Iya Pak" Bu Tia menyandarkan kepalanya dibahu Pak Heri. Senyum terukir dibibir mereka. Meskipun kecemasan itu ada karena menikahkan Vania diusia muda, tapi mereka berusaha untuk percaya kalau Vania akan baik-baik saja. ** Sehari setelah dinikahkan Vania ikut pulang ke Jakarta bersama Erwan dan kedua orang tuanya. Sempat terjadi banjir air mata saat Vania berpamitan kepada Bapak dan Ibunya. Bu Tia memeluk Vania dengan erat dan membisikan pesan untuk putrinya. Begitu pula dengan Pak Hari, dibawanya Vania duduk diatas pangkuannya. Dielusnya sayang kepala putri bungsunya. Dihapusnya air mata Vania yang menangis sesunggukan didadanya. "Sekolah yang rajin ya Sayang, harus nurut sama Ayah, Bunda dan Abang Erwan, kalau ada kesempatan Bapak dan Ibu pasti akan datang untuk mengunjungimu". "Huuhuuu...nanti Nia minta pangku siapa Pak" isak Vania. "Nia bisa minta pangku Abang kalau Nia mau" sahut Erwan. Membuat mata Bu Elma Bundanya melotot kearahnya seakan menegur Erwan karena ucapan Erwan barusan. Erwan hanya nyengir saja menerima pelototan Bundanya. "Tuh Bang Erwan katanya bersedia menggantikan Bapak memangku kamu, paha Bang Erwan lebih kuat pasti dari paha Bapak". Vania melirik Erwan dengan tatapan sengit. Ia merasa perpisahan dengan orang tuanya karena Erwanlah penyebabnya. Meski berat berpisah dengan orang tuanya, tapi Vania harus pergi meninggalkan mereka. Ia ingin sekolah di Jakarta seperti Abang-abangnya yang sekarang semuanya sudah jadi Sarjana dan juga sudah bekerja jauh dari desa mereka. -- Begitu tiba dirumah orang tua Erwan, Bu Elma langsung menunjukan kamar Vania yang bersebelahan dengan kamar Erwan dilantai atas. Sedang kamar orang tua Erwan ada dilantai bawah. "Nia istirahat saja dulu Sayang, pasti lelah beberapa jam diperjalanan, nanti kalau waktunya Ashar akan Bunda bangunkan". "Iya Bun" sahut Nia sambil mengangguk. Bu Elma turun kelantai bawah, Erwan yang tadi mengintip dari pintu kamarnya yang dibuka sedikit, segera keluar dari kamarnya dan masuk kedalam kamar Vania. "Abang". "Panas nggak Nia?". "Iya". "Sini Abang ajarin mengatur suhu Ac nya" Erwan mengambil remote Ac dari atas meja yang ada didekat ranjang. "Sini". Vania mendekat. "Nih seperti ini" Erwan mengarahkan remote kearah Ac . Kepala Vania mendongak memperhatikan cara Erwan mengatur suhu Ac juga cara menyala dan mematikannya. Cup. Erwan mengecup pipi Vania sekilas. Mata Vania melotot gusar. Dipukulnya lengan Erwan dengan keras. "Awww...sakit Tante" Erwan mengusap bekas pukulan Vania sementara Vania mengusap pipinya yang bekas dicium Ervan. "Main cium sembarangan" sengit Vania marah. "Siapa bilang sembarangan, Kamu kan sudah jadi istri Abang jadi wajar saja kalau Abang cium kamu" sahut Erwan. "Memangnya cium pipi enggak bikin hamil juga seperti cium bibir?" Tanya Vania. Erwan kali ini melepaskan tawanya sebebasnya begitu mendengar ucapan Vania. "Iiih kenapa Nia diketawain" Vania mencubit lengan Erwan, Erwan menarik lengan Vania agar tubuh Vania jatuh bersamanya diatas ranjang. Erwan membawa Vania berguling bersamanya. "Abaang lepasin" mata Vania sudah berkaca-kaca saat Erwan menindih tubuhnya. "Kalau ciumannya cuma sekali anak kita baru punya satu jari, jadi kita harus sering ciuman biar anak kita sempurna" kata Erwan tepat didepan wajah Vania. "Beneran begitu Bang?". "Ya benerlah makanya Abang minta kita cepat-cepat nikah biar anak kita tidak kurang suatu apapun juga" jawab Erwan. "Ooh begitu ya" kata Vania dengan polosnya. "Sekarang Abang boleh cium Nia kan?" Tanya Erwan sambil mengusap bibir Vania dengan jarinya. Vania menganggukan kepalanya. "Nia juga harus belajar membalas ciuman Abang". "Untuk apa?" Vania mengerutkan keningnya. "Anak itukan ada karena kita, jadi kita berdua harus aktif ciumannya jangan cuman Abang saja terus Nia diam saja". "Tapi Nia belum tahu membalas ciuman itu seperti apa". "Coba Nia yang duluan cium bibir Abang". Vania menggelengkan kepalanya. "Malu" katanya lirih. "Masa sama Abang malu". "Abang saja yang duluan". "Iya deh" Erwan menundukan kepalanya bibirnya melumat bibir Vania lembut. Vania secara naluri memejamkan matanya. "Buka sedikit bibirmu Sayang". "Untuk apa?". "Biar lidah Abang bisa masuk kemulutmu". "Iih enggak mau". "Kenapa?". "Nanti Nia makan air liur Abang...huueekk" Vania bergidik membayangkan air liur Erwan masuk kemulutnya. "Kalau sudah suami istri tidak apa-apa bertukar air liur Nia, kan sudah halal..cobain deh enak kok...mau yaa?" Rayu Erwan tidak mau menyerah. "Kalau Nia muntah nanti bagaimana". "Ya muntahin saja". "Muntahin dimulut Abang gitu". "Eeh..kok muntahnya dimulut Abang siih" kali Erwan yang bergidik membayangkan Vania muntah dimulutnya. "Waan..kamu dimana?" Suara Bu Elma memanggil Erwan membuat Erwan cepat turun dari atas tubuh Vania, ditariknya Vania agar ikut berdiri bersamanya. "Jangan bilang-bilang Bunda ya kalau kita sudah ciuman". "Heengh" Vania mengangguk saja. Cepat Erwan membuka pintu kamar Vania menemui Bu Elma yang ternyata masih didalam kamar Erwan. ***BERSAMBUNG***